22
Menurut
Ito
dan
Futagawa dalam
Hilma (2004
:
21)
mengungkapkan sebuah contoh
dari
wabi
seperti
pemandangan,
objek
penglihatan
bahkan
cara
kehidupan
yang
semuanya
ada
di
alam.
Keindahan
di
alam
tadi
tergantung
pada
keadaan
rohani
dari
orang
yang
melihatnya.
Singkatnya,
Jo-o
dalam
Ito
dan
Futagawa
dalam
Hilma
(2004:22)
ingin
menyampaikan
kepada
kita
bahwa
jika
kita
ingin
mengerti
kebenaran
dan keindahan wabi,
maka kita
harus
menjalani sebuah
latihan rohani
tertentu dan
juga
pendidikan rohani. Pendapat
ini juga dibenarkan oleh pendeta Buddha, Kukai (774-835),
ia
memberitahu kita
bahwa
wabi
sulit
untuk
dimengerti oleh
seseorang
yang
tidak
memiliki
hati
sejati
kecuali
yang
mau
menerima
pencerahan tentang
alam
wabi
sebenarnya. Konsep-konsep
baru akan wabi di atas telah dipraktekan terutama oleh para
guru
besar
teh,
salah
satunya
Sen
no
Rikyu.
Sen
no
Rikyu
mencoba
mengangkat
seni
wabi
dengan
menghubungkan wabi
dengan
semangat
dan
menekankan
kepentingan
mencari kekayaan ke dalam kecantikan akan sebuah kesederhanaan.
Plutschow
dalam
Hilma
(2004
:
22)
mengungkapkan
tentang
wabi
yaitu
estetika
wabi
menunjuk
pada
keadaan
pikiran
yang
menyukai
kesunyian
untuk
persahabatan,
alam
untuk
budaya,
kemiskinan
untuk
kekayaan,
dan
ketidaksempurnaan untuk
kesempurnaan.
Estetika
wabi
tidak dapat diuraikan
dengan
pengertian
yang
mudah
sebab
sangat
berhubungan
kuat
dengan
kesederhanaan
hidup
yang
diterapkan
di
kuil-
kuil Zen.
Sedangkan
pengertian
dari kata sabi berasal
dari kata sabu sebagai
kata kerja,
sabishii
sebagai
kata sifat
yang berarti
sepi dan
tenang,
dan arti dalam
kehidupan
manusia
ialah ketenangan
yang ingin dicapai
oleh
orang-orang
yang
sudah
meninggalkan kehidupan
dan
hal-hal
keduniawian.
Dasar
pemikiran
sabi
adalah
ketenangan dan kesepian
yang diungkapkan dalam bidang kesenian. Sabi banyak
|