Home Start Back Next End
  
21
Wabi  
adalah
sebuah
estetika
dan
asas
moral
yang
mendukung
kenikmatan dari
sebuah
ketenangan, hidup
santai
dari
keprihatinan duniawi.
Dimulai
dengan
pertapaan
yang 
menekankan 
pada 
kesederhanaan, 
keindahan 
tipe 
yang 
keras 
dan 
sebuah
ketenangan di mana keadaan mental yang sulit dipahami.
Wabi
juga
mempunyai pengertian
yang sama dengan sabi. Persamaan
lain
dari
kata
yang
berasal
dari
pikiran
susah
dan
kehidupan miskin
ini
adalah
wabi,
dan
kata
ini
banyak
terdapat
dalam
waka,
renga,
haiku,
noraku,
dan
chanoyu.
Secara
bahasa
kata
wabi 
adalah 
kesepian 
atau 
keterasingan, 
dan   dia  
mewakili 
kesederhanaan 
dan
ketenangan. Tujuan
wabi
sebenarnya
bukan
untuk
menguasai
cara
teh
namun
lebih
kepada menciptakan sebuah
harmoni baru
yang dipraktekkan ke semua
unsur teh dengan
mengutamakan rasa kesederhanaan (Kamakura dan Varley, 1994 : 60).
Menurut Abercrombie dalam proquest (2001
:
125)
mengenai wabi sabi
mengatakan
sebagai berikut :
“Wabi”, is the Japanese principle of solitariness, restraint, freshness, and novelty,
and
“Sabi”
the
complementary principle of
beauty found
in
those
things
that
are
aged
and
veneer-able. Together
they
can
achieve
the
harmonious
balance
in
our
environment that we see in nature.
Arti:
“Wabi”, adalah prinsip kesunyian, pengendalian, kesegaran, dan sesuatu
yang baru,
dan  “Sabi”
sebagai  pelengkap  prinsip  dari  kecantikan 
yang  ditemukan  pada
sesuatu
yang
sudah
berusia
dan
agung.
Keduanya
dapat
mencapai
keseimbangan
harmonisasi
di dalam lingkungan kita yang dapat kita lihat pada alam.
Orang
pertama
yang
meringkaskan dan
menegaskan
sebuah
ide
estetika
akan
wabi
adalah
seorang
guru
besar
teh
Takeno
Jo-o
(1504-1555).
Ia
pernah
mengirim
surat
kepada
muridnya
yaitu Sen
no
Rikyu.
Di
dalam suratnya, Jo-o
menuliskan pendapatnya
tentang wabi sebagai sesuatu yang sederhana dan bersahaja.
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter