menandai
ritual
penobatan
takhta
bagi
seorang
kaisar
baru
serta
memperingati
hari
kembalinya fungsi kekaisaran pada zaman Meiji. Pada era
modern yaitu pada saat penobatan
tahta
kaisar
Hirohito,
Daijosai
diadakan
di
tahun
yang
sama
dengan
wafatnya
kaisar
yang
terdahulu
yaitu
kaisar
Yoshihito.
Upacara
daijousai
biasanya
diadakan
pada
awal
musim
gugur
sekitar
awal
bulan
November dan
diadakan
di
dua
buah
bangunan
sederhana yang
berada
di
pekarangan istana
yaitu
Yuki-den
dan
Suki-den.
Selain
serangkaian upacara
penobatan
kaisar
baru,
daijousai
juga
menyuguhkan
makanan-makan yang
terbuat
dari
berbahan dasar beras, makanan-makanan tersebut akan dijadikan sebagai media persembahan
kepada Amaterasu dan para nenek moyang. Sesuai dengan New York Times (1990) daijousai
tidak
hanya
memiliki
makna
sebagai
perwujudan
rasa
terima
kasih
kepada
para
dewa
atas
keberhasilan panen, dan penobatan tahta kekaisaran. Daijousai juga
mempunyai makna yang
istimewa,
yaitu
sebagai
sebuah
usaha
keras
bangsa
Jepang
untuk
mengangkat tradisi
pertanian padi,
dan
juga
sebagai penegasan sisi
keistimewaan dari
kebudayaan Jepang. Pada
tahapan Mitashizume, terdapat tiga
regalia yang
akan
diberikan kepada calon kaisar. Regalia
ini mempunyai makna bahwa tampuk
kekaisaran Jepang telah berpindah kepada kaisar yang
telah dinobatkan, regalia ini terdiri dari pedang Kusanagi, perhiasan Magatama, dan Cermin
Kashiko
Dokoro.
Regalia
ini
mempunyai
fungsi
dan
makna
masing-masing,
pedang
Kusanangi
adalah
merupakan
pemberian
langsung
dari
dewi
matahari
Amaterasu
kepada
cucu laki-lakinya yaitu Ninigi sebagai bukti
ia
memiliki wewenang untuk memimpin dataran
Jepang.
Pedang
Kusanagi
tersebut
sebagai
tanda
kekuatan
dari
para
dewa
atau
kami
untuk
menjaga dan memberi perlindungan bagi manusia.
Selain itu
terdapat perhiasan Magatama,
berdasarkan
Kojiki perhiasan ini
merupakan
hadiah
dari
kedelapan
dewa
kepada
dewi
Amaterasu agar
ia
mau
keluar
dari
tempat
persembunyiannya.
Bentuk
perhiasan
ini
kecil,
berwarna
hijau,
dan
berbentuk
koma
|