12
saling memiliki dan rasa kebersatuan sesuai dengan status dan peran di dalam kelompok.
Kesadaran
stratifikasi,
rasa
memiliki,
dan
rasa
kebersatuan ini
menjadi
nilai
budaya
masyarakat Jepang yang lahir dari pembinaan, pendidikan, atau pelatihan. Nilai ini
ditanamkan
pada
anak
mereka
karena
anak
adalah
generasi
penerus masyarakatnya
(Madubrangti, 2008: 15).
Dijelaskan
juga
oleh
Madubrangti (2008: 15) yaitu
walaupun
dikatakan
bahwa
masyarakat Jepang
masa kini sudah berubah dan tidak
lagi
memiliki
nilai budaya seperti
yang dimiliki oleh orang-orang dari generasi terdahulunya, kehidupan kelompok yang
didasari
dengan
nilai
budaya
tersebut masih
berkembang
dan
tumbuh
di
lingkungan
masyarakat
Jepang
hingga
kini.
Hal
ini
dapat
dilihat
dalam organisasi
sekolah
melalui
kehidupan anak dalam menjalani sekolah
di Jepang. Guru sekolah mengajarkan
kebutuhan
dan
kepentingan
yang
sudah
menjadi
kebutuhan
dalam masyarakatnya.
Pendidikan yang diperoleh oleh orang terdahulunya diajarkan pula kepada anak-anak
sebagai generasi penerusnya. Hal ini menunjukkan bahwa ada kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan oleh orang Jepang untuk diteruskan kepada anak agar mereka mematuhi
aturan, ini pola yang dijadikan pedoman
menyeluruh bagi kehidupan masyarakat Jepang
yang menjadi kebudayaannya.
Prestasi seorang
individu
dalam
kelompok
bukan
lagi
prestasi
pribadi
yang
bersangkutan tapi menjadi prestasi kelompoknya. Masyarakat
Jepang kurang dapat
menerima
sifat
individualisme,
apalagi
yang mencolok
seperti
dalam masyarakat
Barat.
Masyarakat Jepang selalu menjaga keharmonisan
dengan
kelompok,
lingkungan,
dan
alam.
|