16
mengandungnya. Aborsi menurut anggapan Budhisme bukanlah perbuatan dosa tetapi
sebagai
kebodohan
alami
manusia
( gu
),
manusia
seringkali
salah
dalam
mengungkapkan rasa syukur serta rasa bersalah yang berlebihan sehingga
menimbulkan
hubungan perasaan yang kurang enak. Oleh sebab itu sangatlah perlu untuk membuat
suatu sikap
yang dapat membuat perasaan
menjadi positif
kembali. Walaupun
pendangan
Budhisme
masih
mengalami
kesulitan
dalam menerjemahkan
pengertian
liberalisme
dan
dalam menyampaikan
gaya
bertingkah
laku
seksual
yang
sesuai
bagi
orang orang
yang
masih
lajang
( shinguru
), ajaran Budha
ini
tidak
melarang tindakan
aborsi. Mereka dapat mengembangkan toleransi moral dan menunjukkan simpati pada
wanita dalam mengatasi kehamilan yang tidak dikehendaki tersebut.
2.4 Konsep Pandangan Masyarakat Jepang Terhadap Aborsi
Masyarakat
Jepang menganggap
aborsi merupakan hal yang wajar karena mereka
sudah
mengenal aborsi sejak pada
masa Meiji
(
dimulainya restorasi Meiji 1868 ),
untuk
memenuhi tenaga kerja, pemerintah mengeluarkan undang-undang anti aborsi dan
menyatakan praktek aborsi sebagai tindak pidana terkecuali jika sang ibu memang
diharuskan
untuk
melakukan
aborsi.
Jika
mempunyai
alasan
yang
kuat,
aborsi
merupakan
hak
individu
yang
akan
melakukan
aborsi
itu
sendiri
(
Muramatsu,
1996
:
30 ).
Sumiko dalam Gelb dan Palley ( 1994 : 78 ) mengatakan bahwa :
Hal
menarik
lainnya
menyangkut
masalah
aborsi
dalam kehidupan
nyata
masyarakat Jepang adalah besarnya angka aborsi
yang dilakukan oleh para remaja.
Menurut data statistik
yang dihimpun, di Jepang
telah terjadi 1,2
juta kasus aborsi
di
Jepang
atau
50,2
kasus
/
1000
wanita
dalam
usia
produktif
(
15
49
tahun
)
pada tahun 1995. 30 % kasus aborsi dilakukan oleh para wanita untuk menghindari
kehamilan yang tidak dikehendaki. Sebagian besar dari mereka sebelumnya telah
melakukan aborsi satu kali, dan beberapa lagi menyatakan telah melakukannya
lebih dari satu kali.
|