9
J.
Trier
melukiskan
kosa
kata
sebuah
bahasa
tersusun
rapi
dalam
medan-medan
dan dalam medan itu setiap unsur yang berbeda didefinisikan dan diberi batas yang
jelas sehingga tidak ada tumpang tindih antarsesama
makna. Ia
mengatakan bahwa
medan
makna
itu
tersusun
sebagai
satu
mosaik.
Setiap
medan
makna
itu
akan
selalu
tercocokkan antarsesama
medan
sehingga membentuk satu keutuhan bahasa
yang tidak mengenal tumpang tindih.
2.5 Teori Pengkajian Puisi
Menurut
Waluyo
(1995
:
1),
puisi
adalah bentuk
kesusastraan
yang
paling
tua.
Pernyataan ini diperkuat oleh Pradopo (2005 : 3) yang menjelaskan bahwa:
Puisi sebagai salah sebuah karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macam
aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi
itu
adalah
struktur
yang
tersusun
dari
bermacam-macam unsur
dan
sarana-sarana
kepuitisan. Dapat pula puisi dikaji
jenis-jenis
atau ragam-ragamnya,
mengingat
bahwa ada beragam-ragam puisi.
Menurut
Pradopo
(2005
:
13),
puisi
sebagai karya
seni
itu
puitis.
Kata
puitis
sudah
mengandung nilai keindahan yang khusus untuk puisi. Waluyo (1995 : 2)
menyatakan
bahwa dalam proses penulisan puisi, seorang penyair akan memilih kata dan
memadatkan bahasa. Penyair akan
memilih
kata-kata
yang
memiliki keindahan dan arti
yang paling tepat untuk mewakili maksud
dari sang penulis syair. Sedangkan
memadatkan bahasa berarti kata-kata yang diungkapkan haruslah memiliki banyak
pengertian.
Biasanya
puisi
diciptakan
saat
suasana
perasaan penyair
yang
sedang
peka,
dimana suasana tersebut menuntut seorang penyair untuk membuat puisi tersebut secara
spontan dan memiliki arti yang padat (Waluyo, 1995 : 2).
Wellek dan Warren dalam Pradopo (2005 : 14) menyatakan bahwa :
Puisi (sajak) merupakan sebuah struktur yang kompleks, maka untuk
memahaminya
perlu
dianalisis
sehingga dapat
diketahui
bagian-bagian
serta
jalinannya
secara
nyata. Analisis
yang
bersifat
dichotomis,
yaitu
pembagian
dua
bentuk dan isi belumlah dapat memberi gambaran yang nyata dan tidak
memuaskan.
|