28
Humphreys
[7,8]
dan
Nicol
[9]
mengeluarkan
teori
adaptasi
(the adaptive
model),
yang
banyak
menyangkal
keberlakuan
dari
Standar
International,
ISO.
Humphreys
dan Nicol
yakin
bahwa
kenyamanan
suhu sangat
dipengaruhi
oleh
adaptasi
dari masing-
masing
individu
terhadap
suhu luar di sekitarnya.
Manusia
yang
biasa
hidup
pada iklim
panas
atau
tropis
cenderung
memilih
suhu
nyaman
lebih
tinggi
dibanding
manusia
yang
biasa
hidup
pada suhu
udara rendah seperti bangsa Eropa.
Humphreys [7,8] menyatakan bahwa suhu nyaman dari
manusia
merupakan
fungsi
dari suhu
udara
luar
rata-rata.
Dengan
menggunakan formula Humphreys, suhu nyaman untuk daerah
Jakarta dinyatakan antara 24.5
0
27
0C
suhu udara.
3. Suhu Nyaman dan Penghematan
Energi Dalam Bangunan
Menurut
hasil penelitian
Kenyamanan
suhu yang
dilakukan
Karyono[12]
dinyatakan
bahwa
sekitar
95%
dari
596
karyawan/wati
yang
bekerja
di
Jakarta
merasa
nyaman
pada
26.4
0C
suhu
udara,
Ta
atau
pada
26.7
0C
suhu
operasi,
To
(suhu
gabungan
rata-rata
antara
suhu udara dan suhu akibat radiasi).
Sementara
standar
kenyamanan
suhu
di Indonesia
yang
berpedoman
pada standar
Amerika
(ANSI/ASHRAE
55-1992)[6]
merekomendasikan
suhu nyaman pada 22.5
0
-26
0C
To, atau
disederhanakan
menjadi 24
0C
_+1
0
jika dibandingkan
hasil penelitian
Karyono
di atas,
suhu
nyaman
pada
perencanaan
bangunan
berpengkondisi
udara
di
Jakarta
(Indonesia)
berada
sekitar
25
0C
To
lebih
rendah,
dan
ini akan
mempunyai
implikasi
tertentu
terhadap
penggunaan
energi dalam bangunan.
II.2.7. Arsitektur Tropis Menunjang
Kenyamanan
Thermal
Penerapan
arsitektur
tropis
pada bangunan-bangunan
gedung
maupun
perumahan
telah banyak
dilakukan,
seperti
penerapan-
penerapan
bentuk
atap
yang
cukup
besar
dan
lebar
untuk
mengantisipasi
kecepatan mengalirnya air hujan dari atap sampai ke bak kontrol.
|