Home Start Back Next End
  
5
cergam strip
humor karya Kho Wang
Gie
namun baru
lewat cergam Put On, Kho
mulai
popular.
Tahun   40-an   adalah   masa   pendudukan   Jepang,   kala  
itu  
indsutri   pers
dimanfaatkan  untuk  keperluan  propaganda  Asia  Timur  Raya  (1942).namun  cergam
masih
tetap
muncul,
misalnya
cergam
berjudul Pak
Leloer
(1942)
dan
legenda
Roro
Mendoet yang di gambar B. Margono. Sekitar tahun 1947 pengaruh komik Amerika
mulai masuk ke Indonesia dengan dimuatnya komik strip Tarzan.
Di tahun 1953, cergam mulai memasuki
masa keemasannya dengan lahirnya
sosok Sri
Asih
karya R. A. Kosasih dan
Nina
Putri
Rimba karya Djoni Lukman
(Johnlo). Sri Asih yang di terbitkan oleh Penerbit Melodi di Bandung, berkisah tentang
petualangan superhero perempuan (gayanya
mengimitasi tokoh Wonder Woman).
Sri
Asih maupun Nina bisa dibilang cukup dipengaruhi gaya komik Amerika yang kala itu
sedang mengalami masa keemasanya.
Tahun 1954 muncul protes keras agar komik-komik barat harus dimusnahkan.
Beberapa
kalangan
pendidik
dan
para
orang
tua
menganggap
cergam memberikan
pengaruh buruk pada
generasi
muda. Sampai akhirnya beberapa penerbit, salah satunya
Penerbit
Melodi
di
Bandung
dan
Keng
Po
di Jakarta, berusaha untuk mempertahankan
namun 
dengan 
strategi 
dan 
pemahaman 
baru, 
yakni 
cergam 
yang 
menggali 
dan
bersumber kebudayaan nasional juga memberikan sumbangan bagi kepribadian bangsa.
Kosasih
dan
Johnlo
yang
akhirnya
menghidangkan
cergam yang
kreatif
dan
mencerdaskan tanpa melupakan unsur pendidikan. Keduanya mengeluarkan cergam
wayang  pertama  Lahirnya
Gatotkaca  (1954    1965),  Raden 
Palasara  (Johnlo),
cergam serial Mahabarata (R.A. Kosasih).
Periode tahun 1960-1963 konon dikenal sebagai Periode Medan. Diawali oleh
sebuah
penerbit
di
Medan
(Casso)
yang
tertarik
untuk
menerbitkan
cergam wayang
namun kurang mendapat simpati. Para penerbit akhirnya meminta para cergamis untuk
membuat
cergam dengan
tema
cerita
legenda Minangkabau,
Tapanuli, atau
Deli
Kuno.
Tahun 1962 ketika penerbit Jawa mulai surut, penerbitan di Medan justru sedang berada
di
puncaknya.
Beberapa
cergam yang
populer
antara
lain
Bunda
Karung
Tambun
Tulang dan kesustraan Melayu Kuno pun
ikut disadur seperti Mirah
Tjaga
dan Mirah
Silu atau Hang Djebat Durhaka yang di sadur dari hikayat Hang Tuah.
Cergam
nasionalisme
menjadi
ide
utama pada cergam-cergam
yang
terbit
tahun
1963
1965.
Tahun
1963,
cergam-cergam bertema
perjuangan
disukai
dan
populer
di
Jakarta dan Surabaya. Masa
itu Indonesia berada di bawah kepemimpinan Soekarno dan
sedang berjuang melawan kolonialisme. Semangat nasionalisme itu juga menular ke
cergamis. Perjuangan cergamis
melawan V.O.C dituangkan dalam
wujud cergam seperti
Trunodjojo atau Pattimura yang menceritakan kisah tentang perjuangan melawan
pemerintah
Hindia
Belanda,
atau
cergam Pembebasan
dan
Srikandi
Tanah
yang
berkisah
tentang
perlawanan
terhadap
Jepang
atau
cergam Pedjuang
Tak
Kenal
Mundur.
Setelah
peristiwa
tahun
1965,
arah
dunia
cergam makin
tak
jelas.
Tak
ada
cergamis yang professional sejati, dan lagi kalangan cergamis kala itu tak memiliki
kelompok yang terorganisir. Keadaan kian memburuk lantaran muncul cergam-cergam
yang di politisasi tanpa nama cergamis. Para cergamis mulai khawatir dengan karena
mereka
mulai dicurigai dan diinterogasi
lantaran aktivitasnya di
harian komunitas Warta
Bhakti. Polisi dan demonstran muda
mulai
menyita
cergam-cergam
yang
diduga
melanggar
moral
dan
bertentangan
dengan
Pancasila.
Pada
masa
ini
cergamis
mulai
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter