Home Start Back Next End
  
7
peupeuhan yang merupakan aliran khas ciptaan R. H. Ibrahim, mengandalkan kecepatan
gerak dan
tenaga dalam
yang
luar biasa. Adapun R. H. Ibrahim
menunggal pada tahun
1906
dan
dimakamkan
di
pemakaman
keluarga
Dalem Cikundul,
Cikalong
Kulon
Cianjur.Pada   saat   yang   sama   muncul   suatu   aliran   yang   mengandalkan   tenaga
pengideraan atau liliwatan yang dimunculkan oleh Muhammad kosim dari Sabandar
Karangtengah Cianjur yang kemudian beliau dikenal dengan nama Mama Sabandar.
Aliran inilah yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan Aliran Sabandar yang
mengandalkan kemahiran dalam mengeluarkan tenaga penginderaan.
2.6.4. Pawai “kuda kosong”
Sejak dulu digelar pada setiap
upacara kenegaraan Cianjur, punya
maksud
untuk
mengenang
sejarah
perjuangan
para
Bupati
Cianjur tempo dulu. Saat Cianjur dijabat
Bupati
R.A.
Wira
Tanu
seorang
Dalem Pamoyanan
R.A.A.
Wiratanudatar
II,
bupati
diwajibkan
menyerahkan
upeti
hasil
palawija
kepada
Sunan
Mataram
di
Jawa
Tengah.
Dalam Pamoyanan
R.A.A. Wiratanudatar
II
yang dianggap sakti
mandragunalah
yang rutin ditugaskan untuk menyerahkan
upeti
tadi.
Jenis
upeti adalah
sebutir
beras,
lada,
dan
sebutir
cabai.
Sambil
menyerahkan tiga
butir
hasil
palawija
itu,
Kangjeng
Dalem Pamoyanan
selalu
menyatakan
bahwa
rakyat
Cianjur
miskin
hasil
pertaniannya.
Biar
miskin,
rakyat
Cianjur
punya
keberanian besar
dalam
perjuangan
bangsa,
sama
seperti pedasnya rasa cabai dan lada.
Karena
pandai
diplomasi,
Kangjeng
Sunan
Mataram memberikan
hadiah
seekor
kuda
kepada
Dalem Pamoyanan.
Seekor
kuda jantan
diberikan
untuk
sarana
angkutan
pulang dari
Mataram ke Cianjur. Penghargaan besar Sunan Mataram terhadap Kangjeng
Dalem Pamoyanan membuat kebanggan tersendiri bagi rahayat Cianjur waktu itu.
Jiwa  pemberani  rakyat  Cianjur  seperti  yang  pernah  disampaikan  Kangjeng
Dalem Pamoyanan
kepada
Sunan
Mataram
membuahkan
kenyataan.
Sekira
50
tahun
setelah
peristiwa
seba
itu, ribuan
rakyat
Cianjur
ramai-ramai
mengadakan
perlawanan
perang gerilya terhadap penjajah Belanda. Dengan kepemimpinan Dalem Cianjur Rd.
Alith
Prawatasari,
barisan
perjuang di
setiap
desa
gencar
melawan
musuh,
sampai-
sampai Pasukan Belanda sempat ngacir ke Batavia (sekarang Jakarta).
“Untuk
mengenang
perjuangan
Kangjeng
Dalem Pamoyanan
yang
pandai
diplomasi
itu,
setiap
diadakan
upacara
kenegaraan
di
Cianjur
selalu
digelar
upacara
‘kuda kosong’. Maksud seni warisan leluhur itu untuk mengenang perjuangan pendahulu
kepada 
masyarakat  Cianjur 
sekarang,”  kata  Alith 
Baginda,  S.H.  Ketua  II  Dewan
Kesenian
Cianjur
(DKC)
yang
juga
menjabat
Kasi
Kebudayaan
di
Dinas
Pendidikan
Kab. Cianjur.
Ditinjau
dari 
pelestarian 
budaya, 
Alith 
kurang 
setuju 
bila 
kesenian 
“kuda
kosong” yang menimbulkan perjuangan itu dihilangkan begitu saja di bumi Cianjur. Bila
disorot    
ada    
adegan-adegan    
yang    
memang    
dianggap    
menyimpang     dari
akidah keislaman, adegan itulah yang harus ditiadakan. Namun, banyak adegan yang
bagus dari sisi seni budaya, harus tetap dilestarikan.
Alith
dan rekan-rekan
seniman
Cianjur
sering mengadakan
pendekatan dengan
semua
pihak
agar
aneka
seni
tradisional Cianjur
yang
dulu
pernah
berjaya
agar
dihidupkan    kembali.    Termasuk    seni    “kuda    kosong”    yang    sempat    dilarang
digelar itu. Harapannya agar semua
seni budaya warisan leluhur yang telah hilang itu
tetap berkembang di Cianjur.
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter