Stereotip
negatif
yang
khas
dari
otaku pada
umumnya
menunjukkan
seorang
pemuda dalam usia remajanya atau
usia 20-an, baik
yang kelebihan berat badan
atau
yang
kurus,
adalah seorang yang berpenampilan
tidak
rapih,
dan
kurang
mampu bersosialisasi bahkan sampai
menuju kepada tahap isolasi sosial (kecuali
terhadap otaku lainnya)
Gibson
dalam
Steinberg
(2006
:
191)
menyebut
otaku sebagai
orang
yang
sangat
terobsesi.
Kemudian
Grassmuck
dalam Steinberg
(2006
:
191)
mendeskripsikan
otaku
sebagai
pemuja
informasi.
Dalam
arti
yang
mendasar,
otaku adalah
seseorang
sangat
mendedikasikan
dirinya
kepada
suatu
hal dan
mencari
informasi
dari
manapun
dan
siapapun untuk menambah pengetahuannya terhadap hal itu, baik demi tujuan
bersenang-senang atau mungkin demi suatu keuntungan.
2. Asaba dalam Kikuchi
(2007)
mendeskripsikan bahwa otaku adalah
seorang
maniak
yang hanya bergaul kepada orang-orang yang
hobinya
sama.
Mereka
tidak
mampu
berkomunikasi
layaknya
orang
normal,
dan
disebut
juga
kurai
hito
(orang
yang
depresi).
3. Tamaki (2006, 12), mengatakan bahwa Otaku adalah orang-orang yang tidak dewasa
yang tumbuh dewasa dengan ketidakmampuan untuk
melepaskan objek transisi
yang
kekanak-kanakan
seperti
anime dan
monster.
Mereka
takut
akan
hubungan
orang
dewasa, terutama
hubungan dengan
lawan jenis dan hubungan seksual. Oleh karena
itu otaku menemukan simulasi seksual hanya dalam dunia fiksi mereka.
4. Menurut
Schodt
(1996
:
46),
istilah
otaku
merujuk
kepada
pemuda
yang
tidak
lagi
bisa
berhubungan
dengan
orang-orang
dalam dunia
nyata
(terutama
wanita),
dan
membenamkan
diri
mereka
kepada
anime dan
manga
porno,
yang
akan
menuju
kepada penyakit mental dan menjadi ancaman bagi masyarakat.
|