12
Theosofische Vereeniging dan Maatschappij tot Nut van het Algemeen.
Pemerintah Hindia Belanda tidak pernah mendirikan universitas dalam arti
sesungguhnya. Yang mereka dirikan ialah semacam sekolah tinggi. Justru yang pertama
kali berdiri ialah Technische
Hoogeschool
yang didirikan pada tahun 1918 dan
kemudian resmi menjadi sekolah tinggi pada tahun 1920. School
tot
Opleiding
voor
Indische
Aarts
(STOVIA) di Surabaya, Rechts
Hogeschool
di Batavia (1924),
Geneeskunde
Hogeschool
di Batavia (1927), serta Faculteit
van
Landbouw
Wetenschapen
en
Wijsgebeerte
di Buitenzorg
(Bogor) pada tahun 1941 dan terakhir
Faculteit
van
Letterkunde
di Batavia (1941). Kesemuanya sekolah tinggi itu memiliki
semacam perpustakaan fakultas.
Ketika pemerintah Indonesia membentuk Universiteit
Indonesia
tahun 1950,
kesemua sekolah tinggi dan faculteit
itu berubah menjadi fakultas. Penyatuan itu yang
menyebabkan perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia dimulai dari perpustakaan
fakultas baru menyatu menjadi perpustakaan universitas. Pada zaman sebelum perang
(1942) Indonesia mengenal perpustakaan sewa, disebut huurbibliothek. Pada awalnya
openbare
leeszalen
dengan huurbibliotheek
sering
bersaing dalam memenuhi
kebutuhan bacaan pemakainya, kemudian secara alamiah terjadi penjurusan yang
berbeda. Bila openbare leeszalen
lebih banyak menyediakan bacaan ilmiah dan ilmiah
populer, maka huurbibliotheek
cenderung menyediakan bacaan berupa roman dalam
bahasa Belanda, Inggris dan Prancis serta buku untuk remaja.
Huurbibliotheek
terdapat di Batavia, Soerabaia, Malang, Jogjakarta, Madiun dan
Solo, dikelola oleh penerbit forma G. Kolff & Co. Toko buku Visser mendirikan
huurbibliotheek
di Bandung. Huurbibliotheek
lainnya ialah Viribus
Unitis
di Batavia,
C.G van Wijhe di Surabaya serta Leesbibliotheek Favoriet di Batavia. Lazimnya ketiga
perpustakaan sewa yang disebut terakhir ini menyediakan bahan bacaan yang dibeli dari
pedagang buku loakan serta berbagai roman kuno yang dibeli dari tangan kedua
sehingga peranan mereka dalam persewaan buku tidaklah maknawi.
Di samping persewaan buku, ada juga persewaan naskah di Batavia yang
diselenggarakan oleh penulis Moehammad Bakir tahun 1897 yang mengelola sebuah
perpustakaan sewa naskah di Pecenongan. Naskah disewakan bagi umum dengan
imbalan sekitar 10 sen per malam disertai himbauan agar jangan terkena ludah sirih atau
minyak lampu teplok.
Perpustakaan serupa terdapat juga di Palembang dan
|