Start Back Next End
  
103
TV, arsitektur Komunitas Salihara juga dinobatkan sebagai “Karya arsitektur yang
menerapkan aspek ramah lingkungan” oleh Green Design Award 2009.
Saat ini Komunitas Salihara banyak dikunjungi oleh masyarakat yang ingin
menikmati program-program kesenian dan pemikiran, klasik dan mutakhir, dan
bermutu tinggi. Di samping itu, Komunitas Salihara menjadi tempat berkumpul
bagi berbagai kelompok minat—misalnya sastrawan, pembuat film, koreografer,
arsitek muda, peminat filsafat, penerjemah, pencinta buku, dan lain-lain.
Komunitas Salihara dapat juga disebut pusat kebudayaan alternatif: ia tidak
dimiliki oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, ataupun kedutaan asing.
A. Sejarah
Komunitas Salihara berdiri pada 2008, tetapi sejarahnya telah dimulai
sejak 1994.Sekitar setahun setelah majalah Tempo diberedel pemerintah Orde
Baru pada 1994, sebagian pengasuh majalah tersebut, bersama sejumlah
wartawan, sastrawan, intelektual dan seniman mendirikan Komunitas Utan
Kayu. Berbentuk sebuah kantong budaya di Jalan Utan Kayu 68H, Jakarta
Timur, Komunitas Utan Kayu terdiri atas Institut Studi Arus Informasi (ISAI),
Galeri Lontar, Teater Utan Kayu (TUK), Kantor Berita Radio 68H, dan
Jaringan Islam Liberal.
Tiga di antaranya yang bergerak di lapangan kesenian—Galeri Lontar,
Teater Utan Kayu, dan Jurnal Kebudayaan Kalam (jurnal ini terbit sejak awal
1994, dengan dukungan penuh majalah Tempo)—secara terus-menerus
berupaya menumbuhkan dan menyebarkan kekayaan artistik dan intelektual,
baik melalui pertunjukan kesenian, pameran seni rupa, ceramah dan diskusi
tentang beragam topik, maupun lewat tulisan yang diterbitkan Kalam.
Galeri Lontar memamerkan karya para seniman dalam dan luar negeri
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter