Start Back Next End
  
15
dilakukan. Buku-buku tata bahasa Indonesia yang disusun
oleh Sutan Takdir
Alisjahbana (STA), C.A. Mees, Gorys Keraf, dan lain-lain tidak pernah menempatkan
topik wacana dalam paparannya. Sebagai pisau analisis, teori wacana sudah banyak
digunakan dalam penelitian-penelitian sosial dan pendidikan. Dalam penelitian sosial,
misalnya, desain “analisis wacana” dan “analisis wacana kritis” sudah banyak digunakan
oleh para peneliti. Dalam penelitian pendidikan, khususnya penelitian pengajaran bahasa,
desain “analisis wacana” juga sudah banyak digunakan para peneliti untuk menjawab
persoalan-persoalan pengajaran. Teori wacana dan analisis wacana sudah bukan lagi
menjadi kapling bidang kebahasaan, tetapi sudah menjadi milik bidang-bidang yang lain.
Istilah wacana diambil  dari kata “discourse” secara luas digunakan dalam
teori dan
analisis sosial untuk merujuk berbagai cara menstrukturkan pengetahuan (knowledge)
dan praktek sosial (Social Practice) (Brown and Yule, 1983; Coulthard, 1977). Seperti
yang dikemukakan oleh Faircoulgh (1992), wacana termanifestasikan melalui berbagai
bentuk khusus penggunaan bahasa dan simbol lainnya. Karena itu, wacana tidak dapat
dilihat sebagai sebuah cerminan atau perwakilan dari entitas dan hubungan sosial,
melainkan sebagai sebuah konstruksi atau semua itu. Wacana yang berbeda
mengkonstruksi entitas kunci secara berbeda pula. Bisa dimengerti apabila wacana yang
berbeda selalu memposisikan orang dalam cara yang berbeda sebagai subjek sosial.
Berdasarkan inilah yang menjadi pusat perhatian dari sebuah analisis wacana. Dengan
kata
lain, analisis wacana menekankan pada kajian bagaimana sebuah realitas sosial
dikonstruksikan melalui bahasa dan simbol lainnya menurut cara-cara yang tertentu dan
yang dipahami sebagai sebuah usaha sistematis untuk menimbulkan efek yang khusus.
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter