24
ketidakjelasan posisi akhir ( apakah tindakan pajak tersebut dianggap melanggar
atau tidak melanggar hukum yang berlaku).
Slemrod (2004) dalam Balakrishnan, et. al. (2011) juga berpendapat bahwa
agresivitas
pajak merupakan kegiatan yang lebih spesifik, yaitu mencakup
transaksi yang tujuan utamanya adalah untuk menurunkan kewajiban pajak
perusahaan. Balakrishnan, et. al. (2011) menyatakan bahwa perusahaan yang
agresif terhadap pajak ditandai dengan transparansi yang lebih rendah. Demikian
juga dengan Jimenez (2008) yang menyatakan bahwa bukti empiris baru-baru ini
menunjukkan bahwa agresivitas pajak lebih merasuk dalam tata kelola
perusahaan yang lemah.
Menurut Suandy (2011:2) memaparkan beberapa faktor yang memotivasi
wajib pajak untuk melakukan tindakan pajak agresif , antara lain:
1.
Jumlah pajak yang harus dibayar. Besarnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh
wajib pajak, semakin besar pajak yang harus dibayar, semakin besar pula
kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran;
2.
Biaya untuk menyuap fiskus. Semakin kecil biaya untuk menyuap fiskus,
semakin besar kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran;
3.
Kemungkinan untuk terdeteksi, semakin kecil kemungkinan suatu pelanggaran
terdeteksi maka semakin besar kecenderungan wajib pajak untuk melakukan
pelanggaran; dan
4.
Besar sanksi, semakin ringan sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran, maka
semakin besar kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran
Dari penjelasan diatas dapat dijelaskan bahwa agresifitas pajak adalah suatu
aktifitas perencanaan pajak untuk menghindari pembayaran pajak atau membuat
|