32
secara konvensional dan berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.5.2 Sejarah Berdirinya BPR
Menurut Bank Indonesia
dalam Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat
(2006, p1),
sejarah lembaga perkreditan rakyat dimulai pada masa
kolonial Belanda pada abad ke-19
dengan dibentuknya Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa, dengan
tujuan membantu para petani, pegawai, dan
buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas
uang (rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga tinggi. Pasca kemerdekaan Indonesia,
didirikan beberapa jenis
lembaga keuangan kecil dan lembaga keuangan di pedesaan
seperti
Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD),
dan mulai awal 1970an, Lembaga Dana
Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah.
Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO
1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang menjadi momentum awal pendirian BPR-
BPR baru. Kebijakan tersebut memberikan kejelasan
mengenai keberadaan dan kegiatan
usaha Bank
Perkreditan Rakyat atau BPR. Dengan dikeluarkannya
Undang-Undang No.7
tentang Perbankan tahun 1992 (UU
No.7/1992 tentang Perbankan), BPR diberikan landasan
hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum.
Sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah
memperoleh izin usaha dari
Menteri Keuangan dapat menyesuaikan kegiatan usahanya
sebagai bank. Selain itu, dinyatakan juga bahwa
lembaga-lembaga keuangan kecil seperti
Bank Desa,
Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD,
BKK, KURK,
LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga lainnya yang
dipersamakan dengan itu dapat diberikan
status sebagai
BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang
ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah (PP).
Selanjutnya PP No.71/1992 memberikan jangka waktu
sampai
dengan 31 Oktober 1997 bagi lembaga-lembaga
keuangan tersebut untuk memenuhi
persyaratan menjadi BPR. Sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, tidak seluruh lembaga
keuangan tersebut dapat dikukuhkan sebagai BPR karena tidak dapat memenuhi persyaratan
yang ditetapkan.
BPR yang didirikan sesudah PAKTO 1988 maupun Lembaga
Keuangan yang
dikukuhkan menjadi BPR sesuai dengan PP
No.71/1992, tunduk pada ketentuan-ketentuan
yang diatur dalam Undang-undang Perbankan dan peraturan-peraturan
yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia sebagai
otoritas pengawas bank. Khusus Badan Kredit Desa
(BKD),
meskipun lembaga tersebut sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, diberikan status sebagai
BPR, namun karena organisasi dan manajemennya relatif sederhana, lingkup usahanya sangat
|