Start Back Next End
  
17
Wahu karungu denira sri narendra, bangun runtik
ing ati, ah kita potusan, warah
en tuhanira, nora ngong mareka
malih,
angat
erana, iki sang rajaputri.
Mong kari sasisih bahune wong Sunda, r
empak kang kanan keri,
norengsun ahulap, rin
ebateng paprangan, srengen si rakryan apatih,
kaya siniwak, karnasula angapi.
Alihbahasa:
[...], jika engkau takut mati, datanglah segera menghadap Sri
Baginda (Hayam Wuruk) dan haturkan bukti kesetianmu, keharuman
sembahmu dengan menghaturkan beliau sang Tuan Putri.
Maka ini terdengar oleh Sri Raja Sunda dan beliau menjadi
murka: “Wahai kalian para duta! Laporkan kepada tuanmu bahwa kami
tidak akan menghadap lagi menghantarkan Tuan Putri!”
“Meskipun orang-orang Sunda tinggal satu tangannya, atau
hancur sebelah kanan dan kiri, kami tiada akan ‘silau’!”. Sang Tuan
Patih juga marah, seakan-akan robek telinganya mendengarkan (kata-
kata pedas orang Majapahit).
2.3. Karakter
2.3.1.
Hayam Wuruk
Hayam Wuruk adalah raja keempat Kerajaan
Majapahit yang memerintah tahun 1350-1389. Bergelar nobat Paduka Sri
Tiktawilwanagareswara Sri Rajasanagaragharbott-pasutinama Dyah Sri
Hayam Wuruk atau Paduka Bhatara Sri Rajasanagara Dyah Sri Hayam
Wuruk.
Ia adalah putra sulung pasangan Tribhuwana Tunggadewi dan
Sri Kertawardhana (Cakradhara). 
Di bawah pemerintahannya, dengan di dampingi
Mahapatih Gajah Mada, Kerajaan Majapahit melanjutkan perluasan
politik yang telah dirintis ibunya, Tribhuwanatunggadewi (Penguasa
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter