20
Menurut tradisi, kematian Dyah Pitaloka diratapi oleh
Hayam Wuruk serta segenap rakyat Kerajaan Sunda yang
kehilangan sebagian besar keluarga kerajaannya. Oleh masyarakat
Sunda kematian Sang Putri dan Raja Sunda dihormati dan
dipandang sebagai suatu keberanian dan tindakan mulia untuk
membela kehormatan bangsa dan negaranya. Ayah Sang Putri, Prabu
Maharaja Lingga Buana disanjung dan dihormati oleh masyarakat Sunda
dengan gelar "Prabu Wangi"
Kisah Putri Dyah Pitaloka dan Perang Bubat menjadi tema
utama dalam Kidung Sunda. Catatan sejarah mengenai peristiwa
Pasunda Bubat disebutkan dalam Pararaton, akan tetapi sama
sekali tidak disinggung dalam naskah Nagarakretagama.
2.3.3.1.
Prabu Lingga Buana
Linggabuana merupakan anak dari Prabu Rangamulya
Luhur Prabawa. Sebelum menjadi Raja Linggabuana pernah
menjadi seorang adipati selama 7 tahun, dibawah pemerintahan
kakeknya, menjadi Yuwaraja (Putra mahkota) pada masa
pemerintahan ayahnya selama 10 tahun.
Sang Linggabuana dinobatkan menjadi Raja Sunda pada
tanggal 14 bagian terang bulan Palguna tahun 1272 Saka atau kira-
kira tanggal 22 Februari 1350 Masehi, dengan gelar Prabu
Maharaja Linggabuana.
Pada masa pemerintahan Lingabuana di
Kawali, datang seorang utusan dari Kerajaan Majapahit dengan
tujuan untuk melamar putri Sunda (Dyah Pitaloka
Citraresmi).
Keterangan mengenai pelamaran ini tertulis dalam kitab Pararaton,
sebagai berikut:
Bre prabhu ayun ing putrid ring Sunda. Patih Madu
ingutus angundangeng wong Sunda.
Artinya:
|