10
Menurut Rendra, ayahnya adalah orang yang sangat serius. Dikatakan bahwa
dalam pengertian orang Jawa, sebelum jadi orang, dianggap masih bocah, atau makhluk
biasa saja. Untuk jadi orang, orang harus mampu punya keris, kuda, rumah, burung, dan
jodoh. Punya keris diartikan memiliki mata pencaharian. Punya kuda diartikan punya
alat transportasi, baik mobil, motor, maupun sepeda atau sekedar naik kendaraan umum.
Memiliki rumah boleh besar, boleh kecil, atau bahkan rumah kontrakan. Punya burung
berarti memiliki sarana hiburan, bisa radio, televisi, burung, anjing, kucing, atau sekedar
berlangganan surat kabar. Punya jodoh untuk berumah tangga, menurut Rendra tak
perlu terburu-buru asalkan tidak terlupakan. Rendra beribukan Raden Ajeng Ismadillah,
anak seorang keraton yang mengurus minuman dan kalender.
Dalam kehidupan sehari-harinya, Rendra memiliki kebiasaan-kebiasaan yang
menarik. Dirumah, Rendra diasuh dan dididik oleh seorang kerabatnya yang disebut
Mas Janadi, cici dari Selir Eyang Sosrowinoto. Ia diajari oleh kesadaran panca indra,
kesadaran pikiran dan kesadaran naluri. Melalui pelajarannya itu, Rendra belajar
meraba-raba sebatang besi, lalu menghayati tanah liat, bermacam-macam daun. Setelah
itu ia juga diajari menghayati lingkungan melewati pendengaran, penciuman,
pengecapan, dan pengelihatan. Dari latihan-latihan tersebut Rendra menjadi semakin
menghargai dan menyatu dengan alam.
Bagi Rendra, pelajaran di sekolah dan di rumah saling mengisi. Hal itulah yang
mendorong Rendra, sebagai seniman, sangat menghargai realisme-
tapi tidak puas
dengan sekadar realisme saja.
|