Start Back Next End
  
6
Pada 1928, di Kudus muncul papiersigaretten (sigaret kretek), yakni
rokok kretek yang dibuat dengan menggunakan alat pelinting dan bahan
pembungkus dari kertas. Kemudian tercatat perusahaan rokok jenis sigaret
kretek terkenal di luar Kudus yaitu perusahaan rokok Mari Kangen di Sala dan
disusul perusahaan rokok Sampoerna di Surabaya.
Pada 1928, terjadi kegagalan panen cengkeh di Zanzibar dan Madagaskar
yang mengakibatkan harga cengkeh yang dalam keadaan normal hanya f.75.,
setiap pikul menjadi melonjak hingga 160., per pikul. Dampak dari hal ini
adalah banyaknya perusahaan rokok di Kudus yang terpaksa menutup
perusahaannya. Cara lain ditempuh para perusahaan rokok dengan menurunkan
mutu tembakau dan mengurangi persentase cengkeh, sekaligus pula menurunkan
upah pegawai mereka. Tindakan ini menuai badai dengan aksi boikot para
pekerja yang dengan sengaja menukar bahan –
bahan yang mereka terima
dengan bahan – bahan yang lebih rendah mutunya.
Karuan saja hal ini berbuah pada menurunnya reputasi rokok kretek
Kudus dan berakibat pasaran rokok kretek buatan Kudus di pulau Jawa, terutama
di daerah Jawa Timur mengalami kemunduran. Sebaliknya peristiwa ini justru
menguntungkan pusat – pusat industri rokok di Jawa Timur, lantaran meskipun
perusahaan rokok di Jawa Timur juga kesulitan mendapatkan cengkeh, namun
mereka masih berusaha menjaga mutu rokok kretek buatannya.
( Suryo
Sukendro,2007. Filosofi Rokok halaman ke-3 paragraf ke-2 )
2.1.2.3 Raja – Raja Kretek
Parada Harap dalam bukunya Indonesia Sekarang (1952) menyebut
sejumlah nama raja rokok di Kudus. Di antaranya adalah M. Sirin; pemilik
pabrik rokok cap Garbis, H.M. Muslich; pemilik pabrik rokok cap Teboe dan
Jagung, M.Atmowijoyo; pemilik pabrik rokok cap Goenoeng, H.Md.
Noorchamid dan Mas Nitisemito; Dari kesemuanya itu, Nitisemitolah yang
paling terkenal dengan  pabrik rokok kretek cap Bal Tiga.
( Suryo
Sukendro,2007. Filosofi Rokok halaman 46 paragraf ke-1  )
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter