| 
 Safiatuddin memberi perhatian besar terhadap kemajuan internal  
kerajaannya namun memiliki celah dari sisi militer. Militer kesultanan  
Aceh yang dulunya ditakuti menjadi lemah dan tak lagi disegani.  
Namun masa pemerintahannya tetap dikenang sebagai masa keemasan  
Aceh di bidang ilmu pengetahuan.  
d.   
Nyi Ageng Serang  
Nyi Ageng Serang adalah salah satu mungkin satu-satunya  
wanita Jawa pada abad ke-17 yang mahir berkuda dan memiliki  
kemampuan berperang. Nama aslinya ialah Raden Ajeng Kustiyah  
Wulaningsih Retno Edi, berasal dari keluarga bupati wilayah Serang.  
Meskipun seorang putri bangsawan, Nyi Ageng Serang sangat dekat  
dengan rakyatnya. Ia dikenal sebagai sosok yang luhur budi, tegas,  
bertekad baja serta bijaksana.  
Kecerdasan dalam menyusun siasat perang menjadikannya  
dipercaya sebagai pemimpin serangan terhadap Belanda. Hidup mulia  
atau mati syahid adalah nilai yang dikobarkan beliau pada pasukannya.  
Nyi Ageng Serang, yang kala itu telah berusia lanjut; turut membantu  
strategi peperangan Pangeran Diponegoro hingga akhirnya beliau  
memiliki masalah kesehatan dan mengundurkan diri. Sampai akhir  
hayatnya Nyi Ageng Serang memiliki jiwa patriotik yang tak pernah  
padam dan menolak jasadnya dikuburkan di tanah jajahan Belanda.  
e.   
Cut Nyak Dhien  
Cut Nyak Dhien dikenal sebagai perempuan berhati baja dan ibu  
bagi rakyat Aceh. Ketika Perang Aceh meletus beliau telah dikaruniai  
seorang putra dari suaminya Teuku Cik Ibrahim Lamnga. Meski  
demikian Cut Nyak Dhien memilih untuk menyambut seruan perang  
dengan memimpin kelompok perempuan dan anak-anak untuk  
mengungsi ke daerah aman. Sementara sang suami berlaga di medan  
tempur untuk mengusir Belanda dari tanah Aceh.  
 |