kekuatan untuk membeli dalam diri anak-anak. Menurut McNeal (1998) para pemasar
iklan berusaha menenempatkan anak usia 4 sampai 12 tahun untuk membuat
pengeluaran dan pembelian, yang meningkat dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir.
Anak pada usia pertengahan ini berada pada tahapan Analytical stage, yaitu
anak dikarakterisasikan dengan menguasai sebagian pemahaman dan kemampuan
sebagai consumer, konsep seperti kategorisasi produk atau harga juga sudah menjadi
pemikiran dalam bentuk yang fungsional atau dimensi pokok, dan anak mulai
memahami nilai dari kepemilikan berdasarkan pengertian sosial. Tahapan tersebut
adalah tahapan pemahaman anak terhadap iklan menurut John (1999). Kepemilikan
terhadap barang material memiliki makna simbolik yang dapat digunakan untuk
menutupi perasaan seperti rendah diri, mengapresiasikan kepemilikan atau harta
sebagai cara untuk menentukan konsep diri nya, dan melihat kepemilikan atau harta
sebagai bagian yang menonjol untuk melihat siapa diri mereka sebenarnya (Chaplin &
John, 2005; Dixon & Street, 2005). Pemahaman mengenai hal tersebut mulai
berkembang selama usia pertengahan sampai masa anak-anak akhir (Chaplin & John,
2007). Anak juga mulai memahami makna simbolik dan memberikan ketetapan atau
status pada beberapa produk dan harta atau kepemilikan (Belk, Bahn, & Mayer, 1982;
Belk, Mayer, & Driscoll, 1984).
Pemahaman mengenai dampak iklan pada anak dapat dilihat melalui
paradigma Vulnerable child, yaitu dilihat dari kemampuan kognitif anak yang lemah
untuk menjaga dirinya dari pesan dalam iklan. Maka dari itu anak lebih rentan dari
orang dewasa dalam terkena pengaruh dari iklan. Sehingga iklan dapat menyebabkan
beberapa dampak negatif seperti materialism, konflik antara anak dan orang tua,
perilaku makan yang tidak sehat, dan ketidakbahagiaan yang bisa menimbulkan
kekecewaan dan frustasi pada anak usia 8-12 tahun. Jika dilihat dari sosialisasi anak
sebagai konsumen (consumer socialization), didapatkan ada dorongan atau pengaruh
yang tidak disadari bahwa iklan menyebabkan prefensi anak terhadap barang-barang
material adalah sebagai cara untuk mencapai kesuksesan, kebahagiaan dan
pemenuhan diri (Chan, 2003). Buijzen & Valkenburg (2003) juga mendapatkan hasil
penelitian bahwa anak yang frekuensi menonton iklan dalam televisi lebih tinggi,
memiliki nilai materiaslitik yang lebih kuat dibanding teman-teman yang frekuensi
menontonnya rendah. Penelitian lain juga mendukung hal ini, Kapferer (1986 dalam
Chan, 2003) mengatakan bahwa menonton televisi memiliki hubungan yang positif
dengan penanaman nilai materialistis pada anak.
|