Home Start Back Next End
  
21
Islam harus mengurus masalah pernikahannya melalui
penghoeluegerecht. Yang ada malah kelonggaran untuk menundukan
diri pada hukum Belanda/BW/ KUH Perdata sendiri adalah kitab
undang-undang yang secara asal dibuat untuk golongan warga negara
bukan asli (Indonesia), yaitu untuk golongan warga yang berasal dari
Tionghoa dan Eropa yang mana perundang-undangannya disesuaikan
dengan undang-undang yang berlaku di Negeri Belanda. Dalam
Indesche
Staatsregeling
pasal 131 diantaranya berbunyi; ”Untuk
golongan bangsa Eropah dianut (dicontoh) perundang-undangan
yang berlaku di Negeri Belanda (asas konkordansi)”.
Sementara
Belanda sendiri mayoritas penduduknya beragama Kristen, sehingga
baik secara langsung maupun tidak langsung, kebijakan hukumnya
pasti terpengaruh/ mendukung dengan ajaran Kristen.
Sebagai contoh kita bisa lihat dalam Bab IV (Tentang
Perkawinan) dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Bagian
Kedua (tentang acara yang harus mendahului perkawinan), pasal 53
berbunyi; ”...Pengumuman tidak boleh dilangsungkan pada hari
Minggu; dengan hari Minggu dalam hal ini dipersamakan: hari
Tahun Baru, hari Paskah dan Pantekosta kedua, kedua-duanya hari
Natal dan hari Mikhrad Nabi”. Contoh lain adalah pada pasal 27
dalam bab yang sama pada bagian pertama (tentang syarat-syarat
perkawinan) yang intinya sama sekali melarang poligami.
Pada Kongres Perempuan Indonesia
I pada tanggal 22-25
Desember 1928 di Yogyakarta mengusulkan kepada Pemerintah
Belanda agar segera disusun undang-undang perkawinan, namun
mengalami hambatan dan mengganggu kekompakan dalam mengusir
penjajah.
Pada permulaan tahun 1937 Pemerintahan Hindia Belanda
menyusun rencana pendahuluan Ordonansi Perkawinan tercatat
(onwerpordonnantie op de ingeschrevern huwelijken) dengan pokok-
pokok isinya sebagai berikut: Perkawinan berdasarkan asas
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter