4
menyebutkan bahwa media massa turut bersama pendidikan sebagai pembentuk utama
masyarakat umum.
Lebih
lanjut
Reischauer
(1991) menjelaskan
tentang
masyarakat
Jepang
yang
ideal
berkat pendidikan adalah keadaan dimana
masyarakat yang teratur baik dan berfungsi
lancar
secara
mulus,
dengan
menekankan kembali
keseragaman
yang
telah
tertanam
dalam
manusia
Jepang
melalui
pendidikannya
yang
serupa,
dan
sumber-sumber
informasi dalam media
massa yang sama-sama
mereka peroleh. Dengan kata
lain
individu Jepang diharapkan untuk
mengikuti
keseragaman
masyarakat yang telah
terbentuk oleh para pendahulu mereka, dan mengaplikasikannya dengan pendidikan
yang telah mereka peroleh bersama melalui media massa.
Lain halnya dengan Rosidi (1991:
127) yang mengangkat pendidikan pertelevisian
Jepang
melalui
pendekatan
nilai-nilai
tradisi leluhur. Keseragaman pembentukan
manusia
Jepang
seutuhnya
yang
disiarkan
televisi
memberikan
rasa
kecintaan
terhadap warisan budaya bangsa, seperti dikemukakan beliau berikut ini.
Televisi di
Jepang banyak
menyiarkan
film pendek,
yang
umumnya
merupakan serial,
baik
cerita
tentang
zaman
samurai
maupun zaman
sekarang.
Dengan
demikian,
siaran
televisi
itu mendekatkan
anak-anak
Jepang
dengan
kebudayaan
warisan
leluhurnya
sendiri. Cerita-cerita khayal
ilmiah (science fiction) juga dibuat oleh para seniman
Jepang sendiri, dengan tokoh-tokoh anak-anak Jepang. Sehingga hampir tidak ada film-
film buatan luar negeri untuk anak-anak yang diputar melalui televisi.
Kadang-kadang
ada
juga
film
cerita
asing
disiarkan
dalam televisi
Jepang,
tetapi
biasanya
sudah
disulih
suara,
sehingga
setiap
pembicaraan
dilakukan
dalam bahasa
Jepang.
Pada
satu
pihak
hal
itu
menimbulkan
kesukaran
bagi
orang
asing
yang
kurang
|