25
seorang
karyawan
baru
menyesuaikan
diri
pada
nilai
dan
norma
kelompok
kerjanya.
(Stephen Robbins, 2002b,p.258)
Menurut
Taliziduhu
Ndraha,
internalisasi
budaya adalah proses
menanamkan
dan
menumbuh-kembangkan suatu
nilai
atau
budaya
menjadi
bagian
diri
orang
yang
bersangkutan.
Jika
sosialisasi
lebih
ke samping
dan lebih
kuantitatif,
maka
internalisasi
lebih
bersifat vertikal
dan kualitatif.
Penanaman
dan
penumbuh-kembangan nilai
tersebut
dilakukan
melalui
berbagai
didaktik-metodik
pendidikan
dan pengajaran, seperti:
pendidikan, pengarahan, indoktrinasi, brain-washing, dan lain sebagainya. (Antonius
Atosokhi Gea, 2005, p.332).
2.6 Good Corporate Governance
2.6.1
Latar Belakang Good ©orporate Governance
Gagasan
Good Corporate Governance muncul
pada
awalnya
sebagai
kritik
terhadap
praktek bisnis modern
yang
berkembang
dengan cepat. Praktek
bisnis yang ada saat ini
mempunyai
karakteristik semakin
dipisahkannya
fungsi
kepemilikan
dan
manajemen
pengelolaan perusahaan. Hal
tersebut terjadi
karena
keterbatasan
kemampuan
pemilik
dalam
mengelola
perusahaan
sedangkan
di
sisi lain
para
professional
yang
menawarkan
kemampuannya untuk mengelola perusahaan dengan tujuan memaksimalkan
keuntungan
perusahaan.
Hal
ini
memunculkan
agency
problems
akibat
pemilik
perusahaan
menyerahkan
pengelolaan
perusahaan
kepada
para
professional
(disebut
agents)
yang
lebih
mengerti
dalam menjalankan
praktek
bisnis sehari-hari. Untuk
mereduksi
agency
problems tersebut
para pemilik memberikan insentif kepada para profesional tersebut dan
memastikan bahwa mereka akan bekerja sepenuhnya untuk kepentingan perusahaan.
Adanya
pendelegasian
pengelolaan
dan
kekuasaan kepada
para
profesional
tersebut
diharapkan dapat
mendorong
mereka untuk memaksimalkan
laba
perusahaan.
Namun
kekuasaan
tersebut dapat juga disalahgunakan untuk memaksimalkan kepentingan
mereka sendiri dengan beban dan biaya
yang
harus ditanggung oleh pemilik perusahaan.
|