Home Start Back Next End
  
17
2.3 Masyarakat Jepang Pada Tahun 1945-1950
Menurut
Fujimura-Fanselow&Kaneda
(1995:186-187)
sistem kemasyarakatan
Jepang
sampai
pada
akhir
Perang
Dunia
ke-dua
adalah
sistem
keluarga
atau
ie,
yang
memiliki
arti sebuah kelompok keluarga atau rumah tangga yang terus berkelanjutan sampai ke
generasi
yang seterusnya. Kepala keluarga adalah secara patriakal, yaitu ayah atau suami,
yang memiliki kekuasaan dan otoritas yang sangat besar, semua anggota keluarga
diharuskan
mematuhi
secara
total
terhadap kepala
keluarga
tersebut. Anggota
yang
memiliki bagian kekuasaan yang sangat kecil membuat mereka, khususnya anak dan istri
hidup hanya untuk melayani, istri melayani suami
dan anak, anak melayani orang tua.
Beberapa wanita Jepang berpendapat bahwa
sangatlah mustahil
untuk
meliliki
hubungan
yang
seimbang
dengan
pria
di
dalam
sistem
masyarakat
dimana
diskriminasi
gender
masih
sangat
dominan.
Konsep
dan
ideologi
pernikahan
mulai
mengalami
perubahan
sejak akhir Perang
Dunia ke-dua, secara
teori implikasinya adalah hubungan yang bebas
dan
seimbang
dalam
hubungan
antara
dua
individu,
tidak
lagi
saling
posesif
satu
sama
lain, dan tidak saling menguasai terhadap keinginan masing-masing pihak.
Menurut Downer (2001:68-69) dalam kehidupan
modern di Jepang suami
memiliki 2
kehidupan yang masing-masing memiliki kaitan dengan wanita yang memiliki hubungan
dengannya.  Salam  dunia  keluarga  ia  memiliki  seorang  istri  yang  ia  berikan  seluruh
gajinya dan kemudian istri tersebut memberikan uang kepada suami untuk pergi dan
bersenang-senang.
Dalam
dunia
yang
lain,
yaitu dunia
malam, adalah dunianya bersama
geisha, hostes, dan penghibur yang beberapa diantaranya sudah dikenal oleh suami sejak
bertahun-tahun  yang  lalu.  Semua  wanita  ini,  istri,  gundik,  geisha  dan  hostes  adalah
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter