20
sebuah
matsuri
maka
tampak
bukan
seperti matsuri
yang
sesungguhnya.
Di
masa
sekarang parade mikoshi dan dashi adalah bagian terbesar dan indah dalam suatu
matsuri. Dalam kegiatan matsuri,
laki-laki
muda secara kasar
menggoncang-goncangkan
sebuah
mikoshi
yang
suci
pada
pundak
mereka
dan bersorak
selagi
maju
ke
jalan.
Tujuannya adalah untuk membawa dewa yang telah
turun ke kuil agar
masuk ke dalam
mikoshi
tersebut
dan
diharapkan
roh-roh
baik
dapat
masuk
dan
roh-roh
jahat
dapat
keluar. Alasan lain digoncangkannya mikoshi tersebut adalah karena orang-orang Jepang
dahulunya
percaya
bahwa
kekuatan
dewa
ditingkatkan
dengan
menggoncang-
goncangkannya.
Pada
beberapa matsuri
lokal,
para
pembawa mikoshi
menabrakan-
nabrakan mikoshi. Mereka percaya bahwa semakin kuat tabrakan yang dihasilkan maka
semakin besar kegembiraan dewa. Dashi
juga
muncul di berbagai matsuri.
Dashi seperti
juga mikoshi, merupakan kendaraan yang sakral. (Ishikawa 1986:99)
Ritual
terakhir
matsuri
dalam Shinto
adalah kami
okuri
yang
merupakan
pengiriman kembali dewa ke
tempat di
mana dewa-dewa berasal. Tempat
ini tidak
harus
selalu jinja, bisa dimana saja antara lain, gunung, batu atau laut. Tempat-tempat tersebut
jauh dari komunitas manusia (Herbert, 42:1982).
Pada
akhir
zaman
Meiji,
fungsi matsuri
yang
tadinya
hanya
terbatas
pada
pemujaan leluhur di lingkup keluarga, bergeser menjadi suatu
kegiatan kelompok
masyarakat desa yang berfungsi sebagai wadah tempat berkumpul untuk merayakan,
memperingati, atau mengucapkan rasa syukur. Hal ini merupakan salah satu bentuk
implikasi dari kegiatan matsuri
yang berfungsi
mengikat
rasa
solidaritas
sosial di antara
kelompok masyarakat setempat (Yanagita, 1987 : 44).
|