18
sekali
berbeda, seperti
boko (cekung)
dan deko
(cembung).
Dunia Jepang yang
cekung
itu
benar-benar
tidak peduli
baik
dengan
keberadaan
maupun
ketidak
beradaan Tuhan. Sedangkan
dunia
barat
yang cembung selalu dipenuhi dengan
keTuhanan, walaupun ada yang menolak keberadaanNya.
Dengan kata lain, kurangnya ketertarikan orang Jepang terhadap konsep emosional
agama
yang
dibawa
oleh
para
misionaris
masuk
ke
dalam Mudswamp
dan
membuat
agama Kristen susah menancapkan akarnya di Jepang. Agama asli Jepang tidak
mencampuri
kehidupan penganutnya, tidak seperti agama
Kristen yang dianut oleh
bangsa Spanyol dan Portugal. Konsep mengenai dosa yang dianut oleh orang Jepang
berbeda dengan konsep Barat. Maxey (1978:30)
menulis
bahwa
menurut
Endo,
orang
Jepang
melihat
dosa
bukan
sebagai
kehilangan jiwa, tetapi sebagai
gangguan
terhadap
keharmonisan. Maka dari itu, mereka melihat dosa sebagai penghancuran terhadap nilai-
nilai estetika seseorang, bukan jiwa seseorang. Ketidakmampuan orang Jepang dalam
menangkap konsep dosa yang diajarkan oleh para misionaris menambah kesulitan dalam
menanamkan kebudayaan Barat di Jepang. Kematian bagi orang Jepang tidak mengarah
kepada
kesatuan
dengan
Tuhan.
Pada
faktanya, salah satu alasan
mengapa
bunuh
diri
tidak dianggap sebagai hal yang tabu di Jepang adalah bahwa kematian dan Tuhan tidak
memiliki
hubungan.
Seseorang
akan
mengambil
nyawanya
sendiri
bila
merasa
dihina
dan perbuatan itu dilihat
sebagai tanda pertobatan. Hal ini sangat bertentangan dengan
konsep barat mengenai bunuh diri, dimana itu dianggap sebagai suatu pelanggaran berat
terhadap kehendak Tuhan. Kematian tidak mengandung arti sakral seperti di Barat, maka
pengajaran misionaris mengenai kehidupan setelah
kematian
tidak
begitu
berarti
bagi
orang Jepang.
Endo
menyatakan bahwa konsep Barat mengenai agama patrialkhal dan agama
otoriter
yang dibawa ke Jepang pada abad ke-17, tidak
menimbulkan ketertarikan pada
|