panjang dan digunakan sebagai alat penyucian dalam Shinto, spanduk sebagai simbol kehadiran kami
dan pedang yang berfungsi sebagai tanda kekuatan kami untuk memberikan keadilan dan kedamaian.
Menurut
Ross
(
1989:
75)
dalam
ajaran
Shinto
terdapat
benda-benda
yang
dianggap
suci
seperti
pedang,
kaca,
dan
perhiasan
mutiara.
Ketiga
benda
ini
merupakan
benda
yang
sangat
penting bagi umat Shinto. Ross menjelaskan arti dari ketiga benda itu sebagai berikut:
The mirror reflects from
it
bright surface every object as
it
really
is,
irrespective or
goodness
or
badness,
beauty
or
the
reverse.
This
is
the
very
nature
of
the
mirror,
which
faithfully
symbolizes
truthfulness, one
of
the
cardinal
virtues.
The
jewel
signifies
soft-hearted-ness
and obedience,
so that is becomes
a
symbol
of
benevolence. The sword represent the virtue of strong decision, i,e, wisdom. Without
the combine strength of these three fundamental virtues, peace in the realm cannot be
expected.
Cermin
memantulkan
atau
mencerminkan dari
permukaan
terangnya
setiap
objek
seperti bentuk objek itu sendiri, tanpa tergantung kebaikan atau keburukan, keindahan
ataupun
sebaliknya. Itu
merupakan
sifat
dasar
cermin
yang
dengan
jujur
menggambarkan
keadaan
yang sebenarnya,
salah satu dari pokok kebaikan.
Perhiasaan
menandakan
atau
melambangkan
kelembutan
hati
dan
ketaatan
ataupun
kepatuhan, jadi
perhiasan
menjadi
sebuah
simbol
atau
lambang
perbuatan
baik
atau
kebajikan.
Pedang
menggambarkan kebaikan
atau
sifat
baik
keputusan
yang
kuat,
yaitu
kebijaksanaan.
Tanpa
gabungan
atau
kombinasi
tiga
kebaikan
atau
kebajikan
dasar tersebut, kedamaian tidak akan terwujud.
Dalam
peralatan
upacara
Shinto,
terdapat
juga
alat
musik
yang
turut
serta
sebagai
pelengkap.
Dalam
suatu
upacara
atau
perayaan terdapat
acara
pengisi
sebelum acara
utama.
Biasanya acara
pengisi
tersebut
berupa
musik-musik
tradisional,
dan
juga
tarian-tarian.
Acara
ini
disebut
dengan
gagaku. Peralatan musik yang
dipergunakan adalah uchi-mono atau
gong, sankan yang didalamnya
terdapat tiga jenis alat musik tiup seperti fue (sejenis suling dengan enam
lubang), sho (menyerupai
angklung dengan jumlah tujuh belas tabung), dan hichikiri (sejenis suling dengan sembilang
lubang)
serta suzu atau rebana ( Picken, 1994: 183).
2.3
Konsep Ritual
|