17
Bagian
yang
kedua adalah
analisis
sajak
satu
per
satu
yang
membicarakan
kaitan
antar
unsur dan sarana-sarana kepuitisan
yang menyeluruh. Dalam analisis
ini,
lapis-
lapis
norma
puisi
dilihat
hubungan
keseluruhannya
dalam
sebuah
sajak
yang
utuh.
Hal
ini
dikarenakan
norma-norma
puisi itu
saling
berhubungan
erat
dan
memiliki
makna yang saling berhubungan pula (Pradopo, 1990 : 117). Sehingga untuk
mendapatkan
makna
sajak
sepenuhnya
diperlukan
analisis secara
struktural,
yaitu
susunan unsur-unsur yang bersistem, semiotik, dan intertekstual, yaitu hubungan
antarteks dengan sajak-sajak yang ada sebelumnya yang menunjukkan adanya
hubungan antarteks.
2. 5 Konsep Kematian Orang Jepang Menurut Agama Budha
Shinto adalah kepercayaan
mengenai kehidupan (Coogan, 2003: 266), karena
itu
di
Jepang
lazim bahwa
kelahiran
dirayakan
dengan
upacara
ala
Shinto,
sementara
kematian dengan upacara ala agama Budha (Yamakage, 2006: 44).
Dalam upacara
kematian,
jasad
dikremasi
setelah
satu atau
dua
hari
setelah
meninggal. Setelah kremasi dilakukan, keluarga dan orang terdekat almarhum
mengambil
tulang
yang tersisa, lalu
ditempatkan
di
dalam pot,
yang
kemudian
diletakkan
di
makam
keluarga.
Hal
ini
menandakan
bersatunya
almarhum
dengan
para leluhurnya (Foley, 2005: 84).
Dalam kepercayaan
orang
Jepang
zaman
pertengahan
menurut
agama
Budha,
diyakini
bahwa
kehidupan
dan
kematian
adalah sesuatu yang tak
bisa
dipisahkan.
Kehidupan dan kematian adalah satu. Kehidupan dan kematian bukanlah awal atau
akhir, melainkan keberadaan dan ketidakberadaan (Stone, 2003:78).
|