35
2. Pembunuhan.
Apabila seorang ahli waris membunuh pewaris, misalnya seorang
anak membunuh ayahnya, maka ia
tidak berhak mendapatkan
warisan.
Imam Malik
memberi
pengecualian
untuk
kasus
pembunuhan yang tanpa disengaja, misal karena suami sedang
memegang pisau yang hendak digunakan
untuk
menyembelih
ternak,
kemudian
tiba-tiba
istrinya
jatuh
terpeleset
dan tepat
mengenai
pisau
yang dibawa suaminya tersebut. Maka suami tersebut wajib
membayar
diyat
kepada
keluarga
atau
wali
istrinya,
namun
ia tetap
mendapatkan
waris dari
harta
milik
istrinya
tersebut. Pembunuhan
yang disengaja karena pembelaan diri, misal ia diserang dan terancam
jiwanya,
maka
pembunuhan
seperti
ini
tidak
menghalangi
hak
warisan si pembunuhnya.
3. Berlainan agama.
Seorang
muslim
tidak
dapat
mewarisi
harta
warisan
orang
non
muslim walaupun
ia
adalah
orang tua
atau
anak,
dan
begitu
pula
sebaliknya.
Menurut
pendapat syaikh Al-Utsaimin, khusus untuk
orang munafik, jika ia terlihat jelas kemunafikannya, maka ia masuk
ke
dalam
kategori
orang
kafir,
sehingga
ia
tidak
dapat
saling
waris-
mewarisi bersama kerabatnya yang muslim. Namun jika
kemunafikannya
tidak
terlihat
secara zhahir,
maka
ia
tetap
dianggap
sebagai seorang
muslim. Pendapat
ini berseberangan dengan Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah,
yang berpendapat bahwa tidak ada penghalang
saling waris-mewarisi antara
seorang
muslim dengan
seorang
|