memenuhi kebutuhannya tetapi karena barang tersebut menunjukan
status pemiliknya.
Fromm (1995) menyatakan bahwa keinginan masyarakat dalam
era kehidupan yang modern
untuk mengkonsumsi sesuatu tampaknya
telah kehilangan hubungan dengan kebutuhan yang sesungguhnya. Hal
itu terlihat bahwa perilaku konsumtif masyarakat Indonesia tergolong
berlebihan bila dibandingkan dengan bangsa-bangsa di Asia tenggara
(Soegito dalam Parma, 2007). Keadaan ini dilihat dari rendahnya tingkat
tabungan masyarakat Indonesia dibandingkan negara lain seperti
Malaysia, Filipina, dan Singapura (Soegito dalam Parma, 2007).
Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat Indonesia lebih
senang menggunakan uang untuk memenuhi kebutuhan yang tidak
penting dengan berperilaku konsumtif yang menjadi syarat mutlak untuk
kelangsungan status dan
gaya hidup (Soegito dalam Parma, 2007).
Selain itu, masyarakat juga melihat pola perilaku konsumsi seseorang
untuk membantu mereka membuat penilaian mengenai identitas sosial
orang tersebut (Solomon, 2004).
Pernyataan diatas diperjelas oleh Dennis dan Soron (2005) dalam
jurnal Death by Consumption
bahwa setengah dari orang yang memiliki
tingkat konsumsi yang tinggi berdomisili di negara yang sedang
berkembang, dimana akan diperkirakan negara yang memiliki tingkat
populasi yang tinggi seperti Cina, India dan Indonesia akan memiliki
tingkat konsumsi yang sangat tinggi kedepannya.
Menurut Fromm (1955), perilaku mengkonsumsi produk secara
berlebihan tersebut dapat berakibat Consumption Hungry. Consumption
hungry adalah keinginan untuk mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan
demi memenuhi rasa puas yang dapat membuat seseorang menjadi
|