dalam Greenhaus & Beutell, 1985) dan jumlah jam perjalanan pulang
pergi rumah ke tempat kerja dalam setiap minggunya (Bohen & Viveros-
Long, dalam Greenhaus & Beutell, 1985). Konflik pekerjaan
keluarga
juga memiliki hubungan yang positif dengan jumlah dan frekuensi lembur
serta adanya ketidak teraturan dalam pengaturan jam kerja (Pleck dkk,
dalam Greenhaus & Beutell, 1985). Jadwal kerja yang tidak fleksibel juga
akan menimbulkan konflik pekerjaan
keluarga (Pleck dkk, dalam
Greenhaus & Beutell, 1985). Khususnya pada ibu bekerja yang memiliki
tanggung jawab mengurus anak.
-
Sumber konflik yang berasal dari keluarga.
Karakteristik peran keluarga yang mengharuskan seseorang
menghabiskan sebagian besar dari waktunya dalam aktivitas keluarga
dapat menghasilkan konflik pekerjaan
keluarga. Sependapat dengan
itu, Herman & Gyllstrom (dalam Greenhaus & Beutell, 1985) menemukan
bahwa orang
orang yang menikah lebih banyak mengalami konflik
pekerjaan
keluarga dibandingkan dengan mereka yang tidak menikah.
Selanjutnya, dapat diperkirakan bahwa mereka yang memiliki anak akan
mengalami konflik pekerjaan
keluarga yag lebih besar ketimbang
mereka yang belum memiliki anak. Tanggung jawab yang besar dalam
perkembangan anak mungkin akan menjadi konstributor yang besar bagi
konflik pekerjaan keluarga (Bohen & Viveros-Long, dalam Greenhaus &
Beutell, 1985).
Sejumlah studi menunjukan bahwa orang tua dari anak yang masih kecil
(usia prasekolah) merasakan konflik yang lebih besar daripada orang tua
yang memiliki anak relatif sudah lebih besar (Greenhaus & Beutell,
Greenhaus & Kopelman, Pleck dkk,
dalam Greenhaus & Beutell, 1985).
Keluarga yang besar yang diasumsikan memiliki lebih banyak tuntutan
daripada keluarga kecil, memiliki hubungan yang positif dengan tingginya
|