Home Start Back Next End
  
Aceh sendiri, masih terdapat perdebatan soal apakah yang diberlakukan di Aceh sudah
benar-benar syariat, atau itu cuma karena alasan politis saja? Alasan yang juga
kemudian disebutkan adalah kondisi konkret ketika itu berkenaan dengan politik,
polemik di kalangan jumhur ulama soal bisa tidaknya hukum Islam diproduksi pasca
kenabian,selain persoalan dualisme aliran dalam Islam, dua aliran besar dalam tradisi
tafsir hukum Islam.
2.4.3
Sejarah Perlawanan Teuku Umar melawan Belanda
Ia dilahirkan pada tahun 1854 (tanggal dan bulannya tidak tercatat) di Meulaboh,
Aceh Barat, Indonesia. Ia merupakan salah seorang pahlawan nasional yang pernah
memimpin perang gerilya di Aceh sejak tahun 1873 hingga tahun 1899. Kakek Teuku
Umar adalah keturunan Minangkabau, yaitu Datuk Makdum Sati yang pernah berjasa
terhadap Sultan Aceh. Datuk Makdum Sati mempunyai dua orang putra, yaitu Nantan
Setia dan Achmad Mahmud. Teuku Achmad Mahmud merupakan bapak Teuku Umar. 
Ketika perang aceh meletus pada 1873 Teuku Umar ikut serta berjuang bersama
pejuang-pejuang Aceh lainnya, padahal umurnya baru menginjak19 tahun. Mulanya ia
berjuang di kampungnya sendiri yang kemudian dilanjukan ke Aceh Barat. Pada umur
ini, Teuku Umar juga sudah diangkat sebagai keuchik (kepala desa) di daerah Daya
Meulaboh.
Kepribadiaan Teuku Umar sejak kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani,
dan kadang suka berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang
keras dan pantang menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak
pernah mendapakan pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu menjadi seorang
pemimpin yang kuat, cerdas, dan pemberani. 
Pernikahan Teuku Umar tidak sekali dilakukan. Ketika umurnya sudah menginjak
usia 20 tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah, anak Uleebalang Glumpang.
Untuk meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar kemudian menikah lagi dengan Nyak
Malighai, puteri dari Panglima Sagi XXV Mukim. Sejak saat itu, ia mulai menggunakan
gelar Teuku. Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dien, puteri
pamannya. Sebenarnya Cut Nyak Dien sudah mempunyai suami (Teuku Ibrahim
Lamnga) tapi telah meninggal dunia pada Juni 1978 dalam peperangan melawan
Belanda di Gle Tarun. Setelah itu, Cut Nyak Dien bertemu dan jatuh cinta dengan
Teuku Umar. Keduanya kemudian berjuang bersama melancarkan serangan terhadap
pos-pos Belanda di Krueng. Hasil perkawinan keduanya adalah anak perempuan
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter