20
proses
alami ini, setiap
bangsa
akan berusaha
menyesuaikan
budaya
mereka
dengan
perkembangan
baru sehingga
mereka
dapat
melanjutkan
kehidupan
dan
menghindari kehancuran. Tetapi
menurut
Simon
Kemoni,
dalam
proses
ini
negara-negara
Dunia
Ketiga
harus memperkokoh
dimensi
budaya
mereka
dan
memelihara
struktur
nilai-nilainya
agar
tidak
dieliminasi
oleh
budaya
asing.
Dalam
rangka
ini,
berbagai
bangsa
Dunia
Ketiga
haruslah
mendapatkan
informasi
ilmiah yang bermanfaat dan menambah pengalaman
mereka.
Globalisasi budaya
yang
terus
berkembang dan
menelusup ke
segala
lingkup
kehidupan
kemudian
memunculkan
istilah
baru yaitu
global
pop culture
dimana
budaya
trend dalam suatu
wilayah
dipopulerkan
dengan
bantuan
teknologi
hingga
ke
taraf
dunia
atau
lingkup
global
(Hutagalung,2007:4). Global pop
culture
(film,
musik,
pakaian
dan
sebagainya)
mengusung
nilai-nilai
ideologi
dari
negara
asalnya
yang
mungkin
saja jauh
berbeda
dari negara
yang
terkena
imbas
budaya
pop. Budaya
pop
membuat
mereka
terlena
akan
hiburan
yang
ditawarkan.
Transfer
nilai
budaya
melalui
hiburan
ini mampu
menciptakan
kesamaan
selera
terhadap budaya pop tertentu yang dapat mengancam eksistensi budaya dan
identitas
masyarakat
lokal.
Semakin
sering
kita ditawarkan
produk
budaya
pop
tersebut,
kita
semakin
tidak
sadar
bahwa
hal
tersebut
bukanlah
budaya
dan
identitas kita, sebaliknya, kita menganggap ini sebagai bagian dari keseharian
kita.
Norma,
nilai
dan
gaya
hidup
kemudian
diadaptasi
dari hasil
mengonsumsi
budaya
pop
tersebut
dan
menjadi
bagian
yang
tak terpisahkan
dari
kita
sehingga
menyebabkan
kita kehilangan
karakteristik.
Melihat
begitu
besarnya
peran
gobalisasi
memporak-porandakan
batas-batas
geografis,
bahkan
mampu
menghilangkan
identitas,
tetap
saja
kita tidak
boleh
semena-mena
men-judge
negatif
kehadiran
globalisasi
di tengah
arus
modernitas.
|