Home Start Back Next End
  
46
Korea  begitu  memikat  dan  memesona.  Menurut  Karl  Marx,  produk  budaya
adalah 
komoditas, 
fetisisme 
terhadap 
suatu 
icon 
terletak 
dalam 
nilai 
dan
kualitas yang dikenakan terhadap produk-produk
tersebut.
Di  era  modern 
seperti 
sekarang 
ini,  masyarakat  sepertinya 
digiring
menuju
dunia
gaya
hidup
konsumeristis:
Aku adalah apa
yang aku konsumsi”.
Piramida   kebutuhan   Maslow   pun   jungkir   balik.   Aktualisasi   diri   adalah
kebutuhan
pertama
manusia
seperti
halnya
Korea
Lovers
yang rela
merogoh
kocek 
dalam-dalam 
demi 
pemenuhan 
akan 
kebutuhan 
yang 
semu.  Alasan
utama
mereka
membeli
berbagai
produk
berbau
Korea
bukan untuk
memenuhi
kebutuhan 
utama  yaitu  bertahan  hidup
tapi
demi
sekedar  pemenuhan  hasrat
untuk ‘menjadi’.
Dalam
pandangan
Giddens
yang
menyatakan
gagasan
gaya
hidup
telah
dikorupsi   oleh 
konsumerisme,   menunjukkan   kebutuhan   tentang   gaya 
ini
menjadi
tidak
wajar
dan dibuat-buat.
Istilah
konsumerisme
berasal
dari kata
consumption 
yang 
berarti 
konsumsi 
dan 
pemakaian. 
Konsumerisme   pada
Bahasa
Latin:
consumere
atau consumo,
sumpsi,
sumptum,
yang berarti
menghabiskan, 
memakai 
sampai 
habis,  memboroskan, 
menghambur-
hamburkan,
menggerogoti
sampai
habis.
Menurut
James
F. Engel,
bahwa
konsumerisme
memiliki
dua
pemaknaan,
pertama,
dilihat
sebagai
gerakan
atau
kebijakan  untuk  melindungi  konsumen  dengan 
menata 
metode  dan  standar
kerja
produsen,
penjual
dan pengiklan;
kedua,
paham
atau
gaya
hidup
yang
menganggap
barang-barang  mewah
sebagai
ukuran
kebahagiaan,
kesenangan,
dan
sebagainya. 
Pada
opsi
ini,
konsumerisme 
termaknai  sebagai
gaya
hidup
yang  boros  dan  bergaya  hidup  pada  peningkatan 
pembelian 
barang-barang
yang secara
teori bukan
kebutuhan
pokok.
Ia adalah
mentalitas
yang
terbentuk
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter