49
sudah masuk pada identitas kelompok,
bahkan menjadi
identitas kultural
dalam
wacana nasional.
Bagi
Hebdige, gaya
bukanlah
ekspresi lokasi kelas, ia
adalah sistem
yang
menandai,
yang mengomunikasikan
identitas
kultural
dan
perbedaan
kultural.
Subkultur-subkultur
kaum muda
mengkomunikasikan
identitas
khas
mereka dan perbedaan
mereka dari dan dalam oposisi terhadap
kelompok
sebaya, orang tua
serta budaya-budaya dominan melalui suatu politik gaya.
Makna
dari subkultur
kaum
muda
senantiasa
dimainkan
melalui
gaya dan
bukannya
sebagai suatu perjuangan
yang sungguh-sungguh
berlangsung
di
tempat lain. (Storey,2007:153)
Melalui
teori hegemoni
Gramsci,
Cohen
berpendapat
bahwa
perjuangan
subkultur
kaum
muda
kini
bisa
diposisikan
pada
perjuangan
kelas
yang
lebih
luas.
Hebdige
menggeser
penekanan
dari
politik
kelas
ke
politik
gaya.
Seperti
dijelaskan
bahwa
tentangan
terhadap
hegemoni
yang direpresentasikan
subkultur tidak dikemukakan secara langsung oleh mereka. Sebaliknya,
tentangan itu diungkapkan
secara tak langsung dalam gaya. (Storey,2007:151)
Konsumsi
subkultural
adalah
konsumsi
yang
pada tahapnya
bersifat
diskriminatif.
Melalui
suatu proses
perakitan,
subkultur-subkultur
mengambil
berbagai
komoditas
yang
secara
komersial
tersedia
untuk
tujuan
dan makna
subkultur
itu
sendiri.
Produk-produk
dipadukan
atau
diubah
dengan
cara
yang
tidak diniatkan
oleh
produsennya;
komoditas
diartikulasikan
kembali
untuk
menghasilkan
makna-makna
oposisional. (Storey,2007:152)
Melalui ritual
konsumsilah
subkultur
membentuk
identitas
yang
bermakna.
Pemberian
makna
selektif
dan
penggunaan
kelompok
atas
apa
yang
disediakan oleh pasar bekerja serentak untuk mendefinisikan,
|