31
perempuan mengenakan pakaian warna putih sembari menggenggam sapu tangan
(lenso) di kedua tangannya. Para penari Cakalele yang berpasangan ini, menari
dengan diiringi musik beduk (tifa), suling, dan kerang besar (bia) yang ditiup.
Keistimewaan tarian ini terletak pada tiga fungsi simbolnya. (1) Pakaian berwarna
merah pada kostum penari laki-laki, menyimbolkan rasa heroisme terhadap bumi
Maluku, serta keberanian dan patriotisme orang Maluku ketika menghadapi
perang. (2) Pedang pada tangan kanan menyimbolkan harga diri warga Maluku
yang harus dipertahankan hingga titik darah penghabisan. (3) Tameng (salawaku)
dan teriakan lantang menggelegar pada selingan tarian menyimbolkan gerakan
protes terhadap sistem pemerintahan yang dianggap tidak memihak kepada
masyarakat.
2.
Tarian Tujuh Putri
Tarian ini diambil dari legenda tujuh bidadari yang merupakan awal terbentuknya
masyarakat ternate yaitu seorang penyiar islam, Jafar Sadik dari Persia yang
terdampar di pulau Gapi ( Ternate ) dan mempersunting satu diantara tujuh
bidadari yang turun mandi di talaga. Legenda ini merupakan awal dari kerajaan
ternate yaitu Tara No Ate yang berarti pikatlah semua rakyat dan bersama
sama membangun negeri.
2.3.5.4
Kemunduran Kerajaan Ternate
Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan
Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan
untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate
dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan
Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke
luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab
VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di
Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur,
rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
Kesultanan Ternate populer juga disebut kerajaan Gapi, berkembang sejak abad ke-
13 hingga abad ke-17.
|