29
masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola
media sering merasa tidak bersalah jika isi media penuh dengan kekerasan,
konflik, pornografi dan berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka
faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak
suka. Padahal sesungguhnya, angle, arah dan framing dari isi yang dianggap sebagai
cermin realitas tersebut diputuskan oleh para profesional media, dan khalayak tidak
sepenuhnya bebas untuk mengetahui apa yang mereka inginkan.
Ketiga, memandang media massa sebagai filter, atau gatekeeper
yang
menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih
issue, informasi atau bentuk content
yang lain berdasar standar para pengelolanya.
Di sini khalayak dipilihkan oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan
mendapat perhatian.
Keempat, media massa acapkali pula dipandang sebagai guide, penunjuk
jalan atau interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai
ketidakpastian, atau alternative yang beragam
Kelima, melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan
berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkin terjadinya
tanggapan dan umpan balik.
Keenam, media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat
berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan
terjadinya komunikasi interaktif.
Pendeknya, semua itu ingin menunjukkkan, peran media dalam kehidupan
social bukan sekedar sarana diversion, pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi isi
dan informasi yang disajikan, mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial.
Isi media massa merupakan konsumsi otak bagi khalayaknya, sehingga apa yang ada
|