Pada masa ini teknologi pembuatan film dan era perbioskopan mengalami
kemajuan, meski di satu sisi juga mengalami persaingan dengan televisi (TVRI).
Pada tahun 1978 didirikan Sinepleks Jakarta Theater oleh pengusaha Indonesia,
Sudwikatmono menyusul dibangunnya Studio 21 pada tahun 1987. Akibat
munculnya raksasa bioskop bermodal besar itu mengakibatkan terjadinya monopoli
dan berimplikasi terhadap timbulnya krisis bagi bioskop - bioskop kecil dikarenakan
jumlah penonton diserap secara besar-besaran oleh bioskop besar. Pada masa ini juga
muncul fenomena pembajakan video tape.
2.4.7 Periode 1991 - 1998
Di periode ini perfilman Indonesia bisa dikatakan mengalami mati suri dan
hanya mampu memproduksi 2-3 film tiap tahun. Selain itu film-film Indonesia
didominasi oleh film-film bertema seksyang meresahkan masyarakat. Kematian
industri film ini juga ditunjang pesatnya perkembangan televisi swasta, serta
Bertepatan dengan era ini lahir pula UU No 8 Tahun 1992 tentang Perfilman yang
mengatur peniadaan kewajiban izin produksi yang turut menyumbang surutnya
produksi film. Kewajiban yang masih harus dilakukan hanyalah pendaftaran
produksi yang bahkan prosesnya bisa dilakukan melalui surat-menyurat. Bahkan
sejak Departemen Penerangan dibubarkan, nyaris tak ada lagi otoritas yang
mengurusi dan bertanggungjawab terhadap proses produksi film nasional.
Dampaknya ternyata kurang menguntungkan sehingga para pembuat film tidak lagi
mendaftarkan filmnya sebelum mereka berproduksi sehingga mempersulit untuk
memperoleh data produksi film Indonesia - baik yang utama maupun indie - secara
akurat.
Pada era ini muncul juga buku mengenai perfilman Indonesia yaitu 'Layar Perak: 90
Tahun Bioskop di Indonesia yang terbit pada tahun 1992 dan mengupas tahapan
perfilman Indonesia hanya sampai periode 1991.
2.4.8 Periode 1998 - sekarang
Era ini dianggap sebagai era kebangkitan perfilman nasional.
Kebangkitan ini ditunjukkan dari kondisi perfilman Indonesia yang mengalami
pertumbuhan jumlah produksi yang menggembirakan. Film pertama yang muncul di
era ini adalah Cinta dalam Sepotong Roti karya Garin Nugroho. Setelah itu muncul
Mira Lesmana dengan Petualangan Sherina dan Rudi Soedjarwo dengan Ada Apa
dengan Cinta? (AADC) yang sukses di pasaran. Hingga saat ini jumlah produksi film
Indonesia terus meningkat pesat meski masih didominasi oleh tema-tema film horor
dan film remaja. Pada tahun 2005, hadir Blitzmegaplex di dua kota besar di
mengakhiri dominasi Cineplex yang dimiliki oleh kelompok 21 yang selama
bertahun-tahun mendominasi penayangan film.
2.5
21 Cineplex
Cinema 21, merupakan jaringan bioskop terbesar di Indonesia yang memulai
kiprahnya di industri hiburan sejak tahun 1987. Selama 25 tahun, Cinema 21
berkomitmen untuk senantiasa memberikan pengalaman dan kenikmatan menonton
terbaik untuk masyarakat Indonesia. Tahun ini Cinema 21 memiliki total 629 layar
|