12
sosial dari pasangan masing-masing (Broderick, 1992, 1993, dalam
Olson & DeFrain, 2006). Seseorang yang menikah tentunya tidak
hanya memiliki hubungan den gan pasangannya, secara otomatis ia
akan memiliki hubungan dengan keluarga pasangan. DeLap (2000)
menjelaskan bahwa persetujuan dari orang-orang yang signifikan,
seperti keluarga, akan memberikan pengaruh terhadap kesiap an
individu untuk menikah. Hal ini sesuai dengan kebudayaan di
Indonesia yang masih menganut nilai-nilai kolektivitas, dimana
keluarga besar, terutama orang tua, memegang peranan yang sangat
penting dalam pemilihan pasangan an ak untuk dijadikan suami
ataupun istri (Sarwono, 2005). Selain itu pemilihan pasangan juga
dapat dipengaruhi oleh orang tua. Dalam kesiapan menikah, area ini
berkaitan dengan nilai-nilai dan sistem keluarga besar (keluarga asal)
yang membentuk karakter individu, dua relasi antar anggota keluarga.
Aspek- aspek yang diukur seperti, latar belakang keluarga, evaluasi
terhadap nilai- nilai dalam keluarga besar, sikap keluarga besar
terhadap pasangan sebagai anggota baru dala keluarga, dan suku
bangsa.
6.
Agama. Area agama berkontribusi dalam kesuksesan pernikahan,
dimana pasangan yang sukses berbagi aktivitas spiritual, kesamaan
nilai dan religiusitas, akan memiliki orientasi yang tin ggi mengenai
keagamaan (Hatch, James & Schumm, 1986 dalam DeGenova,
2008). Kepercayaan dalam agama juga mendorong adan ya komitmen
dalam pernikahan melalui dukungan spiritual ketika dalam keadaan
sulit. Agama memberikan keyakanin mengen ai apa yang baik dan
benar, dimana adanya perbedaan agama antara suami-istri dapat
menguji komitmen mereka (Secombe & Warner, 2004). Orientasi
keagamaan juga dapat mempengaruhi stabilitas perkawinan dan
kualitas moral melalui dukungan sosial, emosional, serta spiritual
(Robinson, L., C., 1994). Tidak hanya mengenai orientasi keagamaan
yang sama, namun menurut DeGenova (2008) salah satu faktor yang
mendorong kesuskesan pernikahan adalah melakukan aktivitas
|