37
Bacal
(1999:4)
memandang
manajemen
kinerja
sebagai proses
komunikasi
yang
dilakukan
secara
terus-menerus
dalam
kemitraan
antara karyawan
dengan
atasan
langsungnya.
Proses
komunikasi
ini meliputi kegiatan membangun harapan
yang
jelas
serta
pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan.
Proses
komunikasi merupakan suatu
sistem,
memiliki
sejumlah bagian
yang semuanya
harus
diikutsertakan,
apabila
manajemen
kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer, dan karyawan.
Armstrong
(2004:29)
lebih
melihat manajemen
kinerja
sebagai
sarana
untuk
mendapatkan hasil
yang lebih baik dari organisasi, tim, dan individu dengan cara memahami
dan mengelola kinerja dalam suatu karangan tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan
atribut yang disepakati.
Armstrong dan
Baron (1998:7) sebelumnya
berpandangan
bahwa manajemen kinerja
adalah pendekatan strategis
dan
terpadu
untuk menyampaikan sukses berkelanjutan pada
organisasi
dengan
memperbaiki
kinerja
karyawan
yang
bekerja di
dalamnya dan
dengan
mengembangkan kapabilitas tim dan kontributor individu.
Schwartz (1999:vii) memandang manajemen kinerja sebagai gaya
manajemen
yang
dasarnya
adalah
komunikasi
terbuka antara
manajer
dan
karyawan
yang
menyangkut
penetapan
tujuan,
memberikan
umpan
balik
baik dari
manajer
kepada
karyawan
maupun
sebaliknya dari karyawan kepada manajer, demikian pula penilaian kinerja.
2.5.1 Pendekatan Evaluasi Kinerja
Kreitner
dan
Kinicki
(2001:303)
melihat
sasaran
evaluasi
dari
segi
pendekatannya,
yang
disebutkan
sebagai
pendekatan
terhadap sifat,
perilaku,
hasil,
dan
kontinjensi.
Sementara itu, Robbins (2003:500) melihat evaluasi kinerja dalam ukuran hasil pekerjaan
individu, perilaku, dan sikap. Pendapat di antara keduanya bersifat saling melengkapi dan
dapat dijelaskan sebagai berikut (Wibowo:353-355).
|