Cara pertama adalah tax saving. Tax saving adalah upaya untuk mengefisienkan
beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif lebih rendah.
Cara kedua adalah tax avoidance. Tax avoidance
adalah upaya untuk mengefisienkan
beban pajak dengan cara menghindari pengenaan pajak dan mengarahkan pada transaksi
yang bukan objek pajak. Cara ketiga adalah dengan penundaan pembayaran pajak tanpa
melanggar peraturan yang berlaku. Cara keempat adalah dengan mengoptimalkan kredit
pajak yang diperkenankan. Wajib pajak seringkali tidak mengetahui secara jelas
informasi yang berisikan tentang pembayaran yang dapat dikreditkan. Contohnya adalah
PPh Pasal 22 atas pembelian solar dari pertamina dapat dikreditkan terhadap PPh badan.
Hal ini tentu saja lebih menguntungkan dibandingkan apabila perusahaan
membebankannya sebagai biaya. Cara kelima adalah dengan menghindari pemeriksaan
pajak dengan cara menghindari lebih bayar. Wajib pajak dapat melakukan penghindaran
lebih bayar dengan cara mengajukan pengurangan PPh Pasal 25 apabila diperkirakan
perusahaan akan lebih bayar juga dapat dilakukan dengan cara mengajukan permohonan
pembebasan PPh Pasal 22 impor apabila perusahaan melakukan impor. Cara terakhir
adalah dengan menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.
Manajemen pajak bisa meningkatkan bottom-line performance measurement,
tetapi tentu saja memiliki biaya-biaya, salah satunya opportunity cost. Scholes et al.
(2009) menyatakan bahwa selain opportunity cost, ada juga biaya lainnya yang terkait
dengan manajemen pajak yaitu biaya transaksi, biaya implisit serta ketidakpastian.
Hanlon dan Slemrod (2010) menuliskan bahwa manajemen pajak juga terkait dengan
adanya political cost. Political cost hypotesis
menyatakan bahwa perusahaan enggan
untuk menerapkan manajemen pajak apabila mereka dianggap tidak patriotis
atau bad
corporate citizen.
|