33
didasarkan kepada kenyataan atau fiksi
tergantung bagaimana nasbah
mempersepsikan. Dan untuk mengukur citra merek dapat dikaitkan dengan
dimensi kualitas pelayanan.
Perbedaan antara identitas merek dan citra merek adalah terletak pada apa
yang disebut perception gap, mengutip dari Davis
(2000)
mengutarakan
bahwa citra merek memiliki dua komponen yaitu asosiasi merek dan personal
merek. Asosiasi merek membantu memahami manfaat merek yang diterima
customer
dan personal merek adalah deskripsi dari merek dalam konteks
karakteristik manusia, hal ini
membantu kekuatan dan kelemahan merek.
Mengelola citra merek adalah salah satunya dapat dilakukan melalui
peningkatan kualitas pelayanan sebagai asosiasi pembentuk citra perusahaan
jasa.
Mengutip dari Sutojo, bahwa dimensi dari brand image adalah:
1.
Citra dibangun berdasarkan orientasi terhadap manfaat yang dibutuhkan
dan diinginkan kelompok sasaran. Contohnya;
perusahaan boleh saja
mempromosikan diri dan produknya, walaupun demikian akhirnya
kelompok sasaran jual-lah yang menentukan apakah citra itu nyata atau
hanya “pesan kosong” belaka.
2.
Manfaat yang ditonjolkan cukup realistis.
Citra perusahaan yang ditonjolkan cukup realistis sehingga mudah
dipercaya. Kelompok sasaran cenderung bersikap sinis atau negatif
terhadap penonjolan citra perusahaan yang tidak realistis.
3.
Citra yang ditonjolkan sesuai dengan kemampuan perusahaan
Oleh karena manfaat yang dibutuhkan dan diinginkan segmen-segmen
kelompok sasaran dari perusahaan atau produk beraneka warna, idealnya
perusahaan yang ingin menarik beberapa segmen sekaligus menonjolkan
lebih dari satu jenis citra.
4.
Mudah dimengerti kelompok sasaran
Kelompok sasaran tidak mempunyai banyak waktu untuk memahami arti
berbagai macam citra yang ditonjolkan oleh berbagai macam citra yang
ditonjolkan oleh banyak perusahaan. Oleh karena itu setiap perusahaan
yang ingin menonjolkan citranya wajib berusaha agar citra itu mudah
dipahami kelompok sasaran mereka. Salah satu cara memudahkan
|